REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Aktivis Mesir Ali al-Khouly dan Mohamed Ali baru saja duduk di kedai kopi Kairo saat petugas berpakaian preman menangkap dan menggelandang mereka ke kantor polisi. Aparat hanya ingin mengetahui apa rencana kedua aktivis itu pada Senin mendatang, 25 Januari 2016.
Menjelang peringatan tahun kelima aksi unjuk rasa 25 Januari yang mengakhiri pemerintahan Husni Mubarak selama hampir 30 tahun, tindakan keamanan terkeras dalam sejarah Mesir itu merupakan isyarat tegas bahwa pihak berwenang merasa cemas.
"Mereka menggunakan taktik yang menakutkan karena mereka sendiri ketakutan," kata Khouly kepada Kantor Berita Reuters, sehari setelah pembebasannya.
"Jujur, saya tidak bisa berpikir kenapa saya ditahan atau kenapa saya dibebaskan, tapi tidak ada pembenaran atas ketakutan (pemerintah) ini," katanya. (Baca juga: Alhamdulillah, Ratusan Eks Gafatar Bersyahadat Ulang).
Sebab, ratusan penentang pemerintah telah dipenjara, kecil kemungkinan akan terjadi unjuk rasa besar-besaran. Akan tetapi, para pengamat dan aktivis mengatakan bahwa penindakan keras tersebut membongkar kegelisahan yang makin meningkat sejak jenderal yang kemudian menjadi presiden, Abdel Fattah al-Sisi, melengserkan Ikhwanul Muslimin dari kekuasaan dua tahun lalu.