Sabtu 06 May 2017 16:57 WIB

Pasukan Suriah Bentrok dengan Pemberontak di Hama

Seorang pria berupaya menyelamatkan seorang anak yang terluka setelah serangan udara pasukan yang loyal kepada Presiden Bashar al-Assad. (Reuters/Bassam Khabieh)
Seorang pria berupaya menyelamatkan seorang anak yang terluka setelah serangan udara pasukan yang loyal kepada Presiden Bashar al-Assad. (Reuters/Bassam Khabieh)

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Pasukan pemerintah Suriah bentrok dengan kelompok pemberontak di provinsi Hama, bagian barat laut Suriah, Jumat (5/5). Bentrokan terjadi tak lama setelah kesepakatan yang dipelopori Rusia untuk menetapkan daerah penurunan aktivitas mulai berlaku, demikian keterangan sebuah kelompok pemantau dan pemberontak.

Para petempur terlibat baku tembak dan perkelahian di al Zalakiyat, sebuah desa yang dikuasai pemberontak di Hama, kata kelompok Pemantau Hak Asasi Manusia untuk Suriah. Kelompok pemantauan perang yang berbasis di Inggris itu menambahkan tidak ada laporan awal terkait jumlah korban.

Mohammed Rasheed, juru bicara kelompok pemberontak Jaish al Nasr yang berbasis di Hama, membenarkan pertempuran telah terjadi dan menuduh pasukan pemerintah mencoba maju memicu bentrokan di daerah tersebut. Tidak ada komentar langsung dari tentara Suriah.

Iran dan Turki sepakat pada Kamis menerima rencana Rusia untuk membuah daerah penurunan aktivitas perang di Suriah, namun memorandum yang ditandatangani sebagai penjamin oleh tiga negara itu belum diumumkan, menjadikan tidak jelas terhadap rincian memorandum tersebut.

Daerah yang direncanakan tersebut tampaknya dimaksudkan untuk menghentikan konflik di wilayah tertentu antara pasukan pemerintah dan pemberontak, dan berpotensi untuk diawasi oleh pasukan asing. Kementerian pertahanan Rusia mengatakan kesepakatan tersebut akan mulai berlaku pada Jumat.

Daerah pertama dan terbesar di utara Suriah meliputi provinsi Idlib dan berdampingan dengan Distrik Hama, Aleppo dan Latakia dengan populasi lebih dari satu juta orang, menurut kantor berita Rusia mengutip kementerian tersebut. Pemerintah Suriah mendukung rencana penetapan daerah penurunan aktivitas itu, namun mereka mengatakan akan terus memerangi kelompok teroris.

Pemberontak menolak kesepakatan tersebut dan mengatakan mereka tidak akan mengakui Iran sebagai penjamin terhadap rencana gencatan senjata apa pun. Dengan bantuan petempur yang didukung Rusia dan Iran, pemerintah Suriah telah mendapatkan kemajuan militer atas konflik enam tahun melawan beragam kelompok pemberontak yand diantaranya didukung oleh Turki, Amerika Serikat dan kerajaan teluk.

Badan oposisi utama Suriah, HNC, yang menaungi kelompok politik dan bersenjata, mencela rencana tersebut yang sebelumnya tidak jelas. Komite Negosiasi Tinggi mengatakan kesepakatan itu disimpulkan tanpa keterlibatan orang-orang Suriah "dan tidak memiliki dasar-dasar pengakuan minimum.

Kesepakatan tersebut menandai usaha diplomasi terakhir untuk menghentikan konflik, beberapa gencatan senjata dan kesepakatan telah hancur berantakan selama perang itu berlangsung, di mana ratusan ribu orang telah menjadi korban tewas.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement