Kamis 22 Feb 2018 09:24 WIB

Pembicaraan Akhiri Konflik di Ghouta Timur Dinilai Gagal

Perundingan dengan pemberontak yang bertujuan untuk mengakhiri kekerasan telah gagal.

Rep: Marniati/ Red: Winda Destiana Putri
Petugas Pertahanan Sipil Suriah memadamkan api di sebuah toko yang terbakar karena serangan udara pasukan Suriah dan gerilyawan di Ghouta, pinggiran Damaskus, Selasa (20/2).
Foto: Syrian Civil Defense White Helmets via AP
Petugas Pertahanan Sipil Suriah memadamkan api di sebuah toko yang terbakar karena serangan udara pasukan Suriah dan gerilyawan di Ghouta, pinggiran Damaskus, Selasa (20/2).

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW --  Militer Rusia mengatakan pembicaraan untuk menyelesaikan secara damai situasi di Ghouta Timur Suriah telah gagal. Menurut militer Rusia, pemberontak di Ghouta Timur telah mengabaikan seruan untuk menghentikan perlawanan dan meletakkan senjata mereka.

Pandangan ini disampaikan Rusia setelah penduduk di Ghouta timur mengatakan bahwa mereka menunggu giliran untuk mati di tengah serangan bom paling hebat oleh pasukan pro-pemerintah di daerah kantong pemberontak yang terkepung di dekat Damaskus. Moskow, yang menolak saran bahwa angkatan udara memikul tanggung jawab atas kematian warga sipil di distrik tersebut, pada Rabu sebelumnya meminta Dewan Keamanan PBB untuk bertemu secara terbuka untuk membahas situasi di Ghouta.

Pusat pemantauan gencatan senjata Rusia di Suriah, yang dijalankan oleh militer Rusia, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa perundingan dengan pemberontak yang bertujuan untuk mengakhiri kekerasan di wilayah tersebut telah gagal. Mereka juga menuduh pemberontak mencegah warga sipil meninggalkan zona konflik.

"Situasi kemanusiaan dan sosio-ekonomi yang kritis berkembang di Ghouta timur," kata pernyataan tersebut.

Menurut pernyataan tersebut, panggilan oleh pusat pemantauan gencatan senjata Rusia untuk kelompok pemberontak bersenjata ilegal di Ghouta timur agar menghentikan perlawanan, meletakkan senjata, dan mengatur status mereka tidak menghasilkan apa-apa, dilansir laman Reuters.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement