REPUBLIKA.CO.ID, Elielia Faiga'a mulanya berharap ia takkan pernah menyaksikan tsunami lagi setelah ia selamat dari gelombang mematikan di Samoa. Tapi kini ia dipaksa menghadapi lagi teror lain "tembok air" yang mengerikan di Australia.
Banjir yang tak pernah terjadi sebelumnya mengirim arus kuat air yang menerjang ke dalam beberapa kota kecil di sebelah barat ibu kota Queensland, Brisbane, menghanyutkan puluhan orang hingga tewas bersama mobil, perahu dan rumah mereka.
"Saya tak mengira saya bakal mengalami tsunami kedua dalam hidup saya," kata Faiga'a kepada AFP dari Goodna, pinggir kota kecil Ipswich, yang termasuk paling parah diterjang banjir, pada Jumat (14/1).
Faiga'a telah berada di Australia dari negara asalnya, Samoa, sejak November untuk mengunjungi saudaranya, yang telah tinggal di Goodna bersama lima anaknya sejak 2007. Perempuan yang berusia 39 tahun tersebut tidak mengetahui bahwa Ipswich akan jadi jalur banjir maut yang menerjang kota kecil Toowoomba di Queensland dengan kekuatan dahsyat pada Senin (10/1).
Banjir bandang itu dengan cepat menerobos ke arah timur menuju kota kecil Ipswich. "Pada Selasa saya berada di rumah. Seorang pria tua, seorang tetangga, memberi tahu kami bahwa permukaan air di Woogaroo Creek, kurang dari 100 meter dari rumah, naik dengan cepat sekali," kata Faiga'a.
"Ia berada di sana di '74, jadi ia menyarankan kami agar pergi secepatnya," kata Faiga'a. Ia merujuk kepada banjir maut yang menerjang daerah itu pada 1974.
Sampai menjelang malam, air telah naik sedemikian cepat sehingga keluarga Faiga'a mengungsi. Kami tidak membawa apa pun. Saya memberi tahu saudara saya bahwa kami hanya harus menyelamatkan anak-anak," kata perempuan tersebut.
"Di Samoa, pada 2009, kami telah diperingatkan mengenai tsunami, kami telah mengemas beberapa barang dan membawanya ke gunung. Tapi sekali ini, kami tak membawa apa-apa, jadi kami telah kehilangan semuanya," ia menambahkan.
Banjir yang memporakporandakan itu, yang digambarkan sebagai "tsunami daratan", merendam 3.000 tempat usaha dan rumah di Ipswich serta memicu laporan bahwa ikan hiu "bull shark" terlihat berenang di jalan utama Goodna.
Faiga'a mengatakan rumah yang telah disewa saudaranya hancur; air kotor mencapai atapnya. Ditambahkannya, saudaranya tak memiliki asuransi yang mencakup harta keluarganya. Namun, keluarga itu bisa menyelamatkan satu Xbox console, satu skooter anak-anak dan satu pohon kelapa plastik "untuk mengenang dari mana kami datang".
"Ini lah semua pakaian yang masih saya miliki," kata perempuan tersebut. Ia merujuk kepada kaus putih, celana pendek, sandal jepit dan kaca mata anti-sinar Matahari. "Di Samoa, kami kehilangan teman-teman dan keluarga," kata Faiga'a mengenai tsunami September 2009, yang menerjang negara Pasifik itu dan menewaskan 143 orang.
"Di sini tak seorang pun meninggal di sekitar tempat tinggal, tapi tetap saja, saya tak dapat membayangkan bahwa saya mengalami tsunami lain dalam hidup saya, kendati yang ini jauh berbeda." "Pada 2009 kami dapat melihat gelombang, di sini, air barangkali mencapai ketinggian 15 meter dalam hitungan menit," katanya.
Goodna telah menghadapi hantaman parah bencana banjir, yang membentang di daerah yang sangat luas di bagian timur-laut Australia. Banyak rumah hancur atau rusak, puing menyangkut di atap rumah dan penduduk dipaksa membuat barang yang menahan air.
"Kami harus menemukan rumah baru tapi kami tak mau hidup di tempat ini, Goodna," kata Faiga'a. Meskipun begitu, ia mengakui tempat itu berada dekat dengan pabrik biskuit tempat saudaranya bekerja dan sekolah anak-anak dan warganya baik-baik.
"Saya mestinya kembali ke Samoa bulan depan, tapi saya tak bisa meninggalkan saudara saya seperti ini, selama ia belum mendapat rumah baru, dan anak-anaknya memerlukan saya," katanya.
"Yang memberi saya harapan ... ialah semua orang mengulurkan tangan bersama, itu lah yang terbaik buat saya. Saya akan mengatakan ini ketika saya kembali ke Eva (daerah di ibu kota Samoa, Apia-red)."