REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Hati rakyat Mesir kini berdebar-debar. Apakah aksi unjuk rasa mereka berhasil menumbangkan Presiden Hosni Mubarak dari kursi presiden. Atau pemerintahan Mubarak yang disokong Amerika Serikat dan Israel tetap bertahan.
Dan bila Mubarak jatuh, siapa yang akan menggantikan sosok wakil presiden Anwar Sadat itu? Apakah akan ada pemilu yang jujur dan adil di Mesir. Mengingat saat ini Partai Nasional Demokrat sangat berkuasa dan di seberangnya ada kelompok oposisi Ikhwanul Muslimin.
Melongok ke masa lalu, rakyat Mesir terus diperintah oleh sosok yang kuat dan cenderung militeristik. Pada abad-19, Mesir dikuasai oleh Inggris yang menginginkan bagian laba dari Terusan Suez. Inggris menaikkan seorang sultan yang menjadi pemerintahan boneka. Bahkan status Mesir saat itu adalah protektorat dari Inggris.
Hingga pada 28 Februari 1922, Inggris memberikan kemerdekaan bagi Mesir. Sarwat Pasha diangkat menjadi perdana menteri. Namun Mesir tetap dipimpin oleh seorang raja, Farouk. Pengaruh Inggris masih dominan merasuk di politik, ekonomi, dan pemerintahan.
Titik balik terjadi di 1952, yang dikenal sebagai Revolusi 1952. Pada 22-26 Juli 1952 militer melakukan kudeta terhadap Raja Mesir, Farouk. Aksi militer ini dipicu oleh situasi ekonomi di Mesir yang tak kunjung membaik dan kalah perang dengan Israel pada 1948. Uni Sovyet dan Amerika Serikat ada di belakang aksi militer ini. Letjen Muhammad Naguib menjadi Perdana Menteri Mesir sekaligus Presiden. Salah satu bawahan Naguib adalah seorang perwira kharismatik bernama Gamal Abudl Nasser. Di masa ini, para perwira militer mendeklarasikan Mesir sebagai negara republik, bukan lagi kerajaan.
Dibawah Naguib, Nasser diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Dalam Negeri. Dua tahun setelah menjadi wakil, Nasser bermanuver dan menjadi Perdana Menteri Mesir. Krisis politik kembali terjadi di Mesir, dan membuat Presiden sekaligus atasan Nasser, Muhammad Naguib tergeser dari pemerintahan dan menjadi tahanan rumah.
Nasser resmi menjadi Presiden Mesir. Sebagai wakilnya, ia menunjuk beberapa orang, termasuk rekan dekatnya Anwar Sadat. Dibawah Nasser, Mesir terlibat sejumlah perang dengan negara tetangga seperti Perang Yaman pada 1962, dan Perang Israel 1967. Kekalahan Mesir di perang ini menjadi titik balik karier Nasser yang gemilang di Timur Tengah. Pada 1970, Nasser terkena serangan jantung dan meninggal dunia. Pemerintah langsung menaikkan Anwar Sadat sebagai pengganti Nasser, tanpa melalui pemilu.
Mesir di era Sadat makin kontroversial, bagi negara-negara Arab lain. Pada 1971, Sadat meneken traktat pertemanan dengan Uni Sovyet. Dua tahun setelah itu, Mesir kembali berperang dengan Israel, merebutkan Dataran Sinai. Israel kalah dan Mesir kembali menduduki Sinai. Pada 1977, secara mengejutkan, Sadat mengunjungi Israel. Setahun kemudian, Sadat kembali membuat kontroversi dengan menandatangani perjanjian Camp David dengan Israel dibawah Amerika Serikat.
Lewat manuver Sadat ini, hubungan Amerika-Mesir makin mesra. Amerika membanjiri Mesir dengan dana bantuan bermiliar dolar AS. Dibawah Sadat, secara perlahan, seorang perwira bernama Hosni Mubarak, mendekat ke pusat kekuasaan Mesir. Pada 6 Oktober 1981, Anwar Sadat tewas dibunuh. Dan mengulang kasus Nasser, maka Hosni Mubarak langsung naik dari jabatan wakil presiden menjadi presiden.
Siapa Mubarak? Ia menjadi wapres Sadat sejak 1975. Pada 1973 melawan Israel, Mubarak menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Udara Mesir. Ia jebolan sekolah penerbang di Uni Sovyet. Sadat memilih dirinya, konon, karena menilai Mubarak tidak memiliki ambisi politik yang macam-macam di militer maupun di partai tunggal Mesir, Partai Nasional Demokratik.
Semasa kepemimpinannya hingga kini, Mubarak tak pernah tergantikan. Ia memenangi berkali-kali pemilu Mesir dengan suara yang mencolok. Hanya perdana menteri Mesir, dibawahnya, yang berganti-ganti. Belum jelas, siapa pengganti Mubarak saat ini. Karena ia sebelumnya tidak pernah menunjuk wakil presiden.
Namun setelah unjuk rasa massal akhir Januari 2011, Mubarak baru menunjuk Omar Suleiman, mantan kepala Badan Intelejen Mesir sebagai wakil presiden. Apakah Suleiman akan menjadi pengganti Mubarak? Atau Mesir akan memiliki pemimpin baru?