Jumat 11 Feb 2011 20:59 WIB

Pesona Kairo di Balik Demonstrasi, Sebuah Kota dengan Seribu Menara

Kairo juga dikenal sebagai kota berdebu
Kairo juga dikenal sebagai kota berdebu

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO--Mesir menjadi satu negara yang paling menyita perhatian selama awal 2011. Tidak lagi sebagai negara dengan seribu menara masjid, atau negara yang memiliki piramida dan mumi. Mesir menjadi sorotan akibat rakyatnya yang sudah muak dengan pemerintahan Presiden Hosni Mubarak.

Tiap hari televisi asing menyiarkan ratusan ribu pengunjuk rasa berkumpul di Tahrir Square, Kairo. Mereka terus berteriak meminta Presiden Mubarak turun tahta. Permintaan yang belum ada jawabannya hingga kini.

Tapi dibalik krisis itu, seperti apa sebenarnya kehidupan di Kairo. Sebuah kota kuno yang hidup sejak ribuan tahun lalu. Sebuah kota yang paling padat penduduknya di dunia Arab. Bagaimana kehidupan sehari-hari jutaan orang yang tinggal di sana?

Dalam liputan CNN, Jumat,  penduduk Kairo digambarkan suka mengeluh tentang polusi, kemacetan parah, dan padatnya penduduk. Tetapi mereka sangat bangga kota mereka.

Maria Golia, penulis "Kairo: Kota Pasir," telah menetap di Kairo selama 25 tahun. Sebelumnya, Golia telah tinggal di New Jersey, Roma dan Paris. Tapi dia mengatakan Kairo adalah tempat paling aman yang pernah dia tinggali. Penduduk Kairo, katanya, penuh dengan persahabatan.

Kairo dibangun pada sebuah daerah subur di sekitar Sungai Nil. Kota berdebu ini dikelilingi oleh gurun. Kota yang tepat bagi sekitar tujuh juta sampai 18 juta orang.

Dalam 100 tahun terakhir, Kairo telah menjadi ibu kota protektorat Inggris, sebuah kerajaan yang independen, dan Republik Arab. Agama selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan di Kairo. Masjid dan sekolah agama Islam banyak yang sudah berumur ratusa tahun

Samia Mehrez, profesor sastra Arab di Universitas Amerika di Kairo, dan juga pengarang "Atlas Sastra Kairo" mengatakan  agama adalah bagian dari kehidupan sehari-hari di Kairo. Islam di sini bisa duduk nyaman dengan sebuah kota modern yang kosmopolitan.

Dalam beberapa tahun terakhir, wajah Kairo juga berubah. Liberalisasi ekonomi membawa sosok lain ke warganya. "Menjamurnya budaya konsumen gaya Barat," kata Mehrez. Pusat perbelanjaan menjual barang mewah, merek internasional menjamur. Tapi tidak semua lapisan penduduk bisa membelinya.

"Dalam 15 tahun terakhir muncul banyak sekali restoran  fast food, tetapi hanya sedikit penduduk yang mampu membelinya," kata Mehrez lagi.

"Budaya konsumen terus berkembang sampai batas tertentu, dan ada kelas menengah yang tumbuh di Mesir yang bercita-cita ini macam hal, namun sebagian besar penduduk lebih tertarik pada apa itu yang untuk makan malam," tambah dia

Kesenjangan inilah, yang tumbuh antara lapisan kelas menengah dan bawah di Kairo menjadi faktor utama protes muncul. Hal ini juga mempengaruhi bagaimana, dan di mana, penduduk Kairo tinggal. Dalam beberapa tahun terakhir banyak permukiman dengan pagar tinggi berdiri. Mereka kebanyakan terletak di pinggiran gurun, jauh dari kebisingan dan polusi dari pusat kota.

Pada saat yang sama, penduduk kota merasakan kurangnya perumahan yang terjangkau dan sehat. Permukiman kumuh marak. Mereka yang tinggal di rumah kelas menengah ke bawah di dalam kota adalah  pengusaha dan pedagang kecil.

Organisasi PBB, UN Habitat, mengatakan tiga dari 30 perumahan kumuh terbesar di dunia berada di Kairo. Ini permukiman terkenal Manshiet Nasser, sebuah 'rumah' bagi satu juta orang.

Tapi dibalik permukiman kumuh itu, Kairo mungkin paling didefinisikan oleh penduduknya. Warga Kairo adalah manusia yang banyak akal dan ulet, selalu mampu membuat yang terbaik dari situasi yang sulit.

"Orang-orang baik dan selalu siap untuk tertawa," kata Golia. "Mereka memiliki budaya lelucon terus berkembang ini lelucon yang sangat politik. Ini adalah cara untuk mengekspresikan pandangan politik secara bebas."

"Orang Mesir sangat sadar politik Mereka sangat tertarik pada politik dalam hal sifat manusia - apa yang orang lakukan untuk kekuasaan dan apa yang orang tanpa daya melakukan -. Yang belajar untuk bergaul sendiri."

Ke mana warga Kairo bertamasya? Dengan situasi keuangan yang seret, rata-rata warga pelesiran ke Sungai Nil atau di jembatan bersejarahnya. "Di sinilah keluarga bertemu dan pergi untuk tamasya dan berkumpul bersama teman-teman. Karena mereka tidak harus membayar," kata Mehrez.

Itulah sekilas wajah Kairo dan penduduknya. "Kairo akan memesona Anda dengan energi tak henti-hentinya," kata Mehrez. "Anda bisa memilih, menolak godaan Kairo atau benar-benar tenggelam di dalamnya dan jatuh cinta dengan kota ini," pungkas dia.

sumber : CNN
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement