Kamis 20 Dec 2018 15:27 WIB

Penarikan Pasukan AS dari Suriah Memicu Hujan Kritikan

Senator dari Partai Republik menuntut banyak informasi mengenai penarikan pasukan AS.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Donald Trump
Foto: EPA-EFE/NEIL HALL
Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mendeklarasikan kemenangan atas ISIS dan menarik pasukan dari Suriah mengundang hujan kritikan. Para senator dari Partai Republik pun AS marah. Mereka menuntut informasi lebih banyak lagi dan rapat formal untuk membahas hal ini.

Senator dari Partai Republik Lindsay Graham yang baru pulang dari Afghanistan mengatakan ia baru saja bertemu dengan Menteri Pertahanan AS Jim Mattis. Graham yang biasanya mendukung Trump mengatakan presiden AS ke-45 itu 'terbutakan' dengan laporan-laporan yang diberikan kepadanya dan menyebut keputusan ini 'akan menciptakan bencana.'

"Pemenang terbesar dalam hal ini adalah ISIS dan Iran," kata Graham, Kamis (20/12).

Keputusan itu akan memenuhi tujuan jangka panjang Trump untuk membawa pulang pasukan AS dari Suriah. Kabarnya para pemimpin militer AS berusaha menahannya untuk membuat keputusan ini selama berbulan-bulan. Menurut pejabat-pejabat militer AS itu, ISIS masih menjadi ancaman yang nyata dan penarikan pasukan dapat membuat kelompok teroris tersebut terbentuk lagi.

Kebijakan AS mempertahankan pasukan di tempatnya sampai seluruh pemberontak diberantas. Pejabat senior AS mengatakan pasukan Amerika akan tetap bekerja sama dengan sekutu untuk berperang melawan ISIS atau kelompok terorisnya di Suriah tapi belum ada rincian apa yang mungkin akan mereka lakukan.

Pejabat lainnya mengatakan belum diketahui apakah pemimpin Departemen Pertahanan AS akan melanjutkan serangan udara melawan pemberontak ISIS di Suriah setelah pasukan AS meninggalkan negara itu. Pejabat militer khawatir pasukan Kurdi yang selama ini didukung AS akan diserang Turki dan pasukan pemerintah Suriah, sehingga tidak memiliki sekutu di medan perang untuk membantu mereka.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang masih khawatir dengan aktivitas Iran di wilayah tersebut menanggapi hal ini setelah berbicara dengan Trump. "Hal ini tentu keputusan Amerika, tidak peduli yang terjadi kami akan melindungi keamanan Israel dan melindungi diri kami sendiri di wilayah tersebut," katanya.

Para senator-senator dari partai Republik mengungkapkan ketidaksenangan mereka terhadap keputusan ini. Senator Marco Rubio mengatakan penarikan ini akan menjadi 'kesalahan besar'. Menurutnya pasukan Kurdi akan berhenti berperang melawan ISIS ketika mereka harus menghadapi pasukan Turki yang melintasi perbatasan Suriah. 

"Ini adalah ide yang buruk karena bertentangan dengan upaya berperang melawan ISIS dan berpotensi membantu ISIS," kata Rubio.

Baru pekan lalu utusan AS untuk koalisi anti-ISIS Brett McGurk mengatakan pasukan AS akan tetap bertahan di Suriah. Ia mengatakan pasukan AS akan tetap bertahan meski ISIS sudah diusir dari benteng-benteng pertahanan mereka.

"Saya pikir wajar untuk mengatakan Amerika akan tetap bertahan di lapangan setelah mengalahkan 'kekhalifahan' secara fisik, sampai kami memiliki potong-potongan yang dapat memastikan kekalahan itu abadi, tidak ada yang mendeklarasikan misi sudah selesai, mengalahkan kekhalifahan salah fase dalam operasi jangka panjang," kata McGruk.

Dua pekan lalu Kepala Kepala Staf Gabungan Jendral Joseph Dunford mengatakan AS masih memiliki perjalanan yang panjang di Suriah untuk melatih pasukan lokal demi mencegah kembalinya ISIS dan menstablikan negara tersebut. Ia mengatakan dibutuhkan 35 ribu sampai 40 ribu pasukan lokal di sebelah selatan Suriah untuk mempertahankan keamanan di sana dalam jangka panjang.

Tapi, baru 20 persen dari jumlah tersebut yang dilatih oleh pasukan AS. Pada September lalu, Penasihat Keamanan Nasional Trump, John Bolton mengatakan AS akan tetap mempertahankan keberadaan pasukan mereka di Suriah selama Iran masih aktif di wilayah tersebut.

"Kami tidak akan pergi sepanjang pasukan Iran berada diluar perbatasan Iran dan itu termasuk perwakilan Iran dan milisi," kata Bolton. 

Para ahli pun menanggapi keputusan Trump ini. Mantan Laksaman Angkatan Laut AS yang menjadi komandan NATO, James Stavridis mengutarakan pendapatnya melalui media sosial Twitter.

"Penarikan pasukan dari Suriah dalam perang yang sedang berjalan adalah sebuah kesalahan besar. Seperti berjalan menjauh dari kebakaran hutan yang masih membara. Pemenangan terbesarnya adalah Iran, lalu Rusia, lalu (Bassar) al-Assad. Gerakan yang salah," tulis Stavridis. 

Keputusan penarikan keputusan ini akan menguntungkan Turki. Sebab keputusan ini tiba-tiba diumumkan setelah Trump dan Presiden Turki Reccep Tayyep Erdogan mengadakan pembicaraan beberapa kali dalam beberapa pekan sebelum keputusan ini diumumkan. Keduanya bertemu dalam pertemuan G-20 di Argentina dan melakukan pembicaraan melalui sambungan telpon pada Jumat (14/12) pekan lalu.

Pada Senin (17/12), Erdogan mengatakan ia sudah mendapatkan 'jawaban positif' dari Trump tentang situasi di sebelah selatan Suriah. Di mana Turki terancam dengan operasi baru yang dilancarkan pasukan Kurdi yang didukung pasukan AS.

Beberapa jam setelah keputusan penarikan pasukan AS itu diumumkan Departemen Luar Negeri mengumumkan sudah menyetujui penjualan sistem rudal kendali Patriot seharga 3,5 miliar dolar AS ke Turki. Sebelumnya, Turki mengeluh AS sangat lambat dalam memutuskan permintaan pembelian sistem rudal darat-ke-udara tersebut. Akhirnya Turki membeli sistem rudal kendali dari Rusia yang sangat ditentang NATO dan AS.

Turki pun mengakhiri pembelian sistem rudal kendali S-400 Rusia. Maka ada kemungkinan AS akan mencabut sanksi ekonomi Turki dan mempererat hubungan kedua negara tersebut. AS menaikkan tarif impor almunium dan baja Turki yang sempat membuat negara tersebut mengalami krisis ekonomi.

Belum diketahui apakah penarikan pasukan dari Suriah memiliki hubungan dengan penjualan sistem rudal kendali Patriot. Meski keputusan penarikan pasukan ini tidak mengakhiri koalisi yang dipimpin AS melawan ISIS di Suriah tapi akan mengikis kepemimpinan AS di koalisi yang berisi 31 negara tersebut. Pemerintah AS sedang menyiapkan pertemuan dengan menteri-menteri luar negeri anggota koalisi ini yang akan digelar pada awal tahun depan. 

"Intinya adalah penarikan pasukan Amerika dari Suriah timur akan menciptakan kekosongan kekuasaan yang akan mengarah ke fase baru konflik internasional di Suriah," kata ahli Suriah di Institute for the Study of War Jennifer Cafarella.

Ia memprediksi Rusia, Iran, Turki dan Presiden Suriah Bashar Assad akan bersaing memperebutkan sumber daya dan wilayah yang sebelumnya dikuasai AS. Menurutnya hal itu menjadi sesuatu 'harga yang harus dibayar' pasukan Kurdi yang didukung oleh AS dalam melawan ISIS selama ini.

Baca: Israel Kaji Dampak Penarikan Pasukan AS dari Suriah

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement