Rabu 26 Dec 2018 16:50 WIB

Perempuan Argentina Buka Suara Ungkap Pelecehan Seksual

Ketua Senat Argentina diduga melakukan pelecehan seksual.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Bendera Argentina
Foto: AP
Bendera Argentina

REPUBLIKA.CO.ID, BUENOS AIRES -- Perempuan-perempuan korban pelecehan seksual di Argentina mulai membuka suara mereka. Gerakan #MeToo yang bermula di Amerika Serikat (AS) pada awal tahun ini membangkitkan keberanian para korban pelecehan seksual di Argentina untuk turut mengungkapkan pelecehan yang mereka alami.

Salah satunya pembantu Senat Claudia Guebel yang selama berbulan-bulan bungkam tentang pelecehan seksual yang menimpa dirinya. Guebel mengatakan pada awal tahun ketua Senat Pedro Fiorda memegang tangannya dengan kasar dan melakukan pelecehan seksual terhadapnya.

"Saya tidak tahu bagaimana harus bereaksi, saya membeku," kata Guebel, Rabu (26/12).

Guebel akhirnya tergerak untuk mengajukan tuntutan atas pelecehan yang ia alami ke pihak berwenang setelah aktris Argentina Thelma Fardin secara terbuka menuduh aktor Juan Darthes memperkosannya pada 2009 ketika Fardin berusia 19 tahun dan Darthes berusia 45 tahun. Para penulis, politisi, dan jurnalis mendukung Fardin di media sosial.

"Dengan pernyataan Thelma, segalanya membangunkan saya," kata Guebel.

Kini Guebel masuk ke dalam gelombang perempuan yang maju mengungkapkan pelecehan seksual yang mereka alami. Gerakan ini sebenarnya lebih dulu terjadi di Argentina. Sebuah gerakan akar rumput yang bernama 'Ni Una Menos' muncul pada 2015 dan menyebar ke seluruh dunia.

Gerakan itu menggelar ratusan unjuk rasa besar memprotes kekerasan dan femicide (pembunuhan perempuan berhubungan dengan identitas gendernya) di Argentina. Gerakan tersebut terjadi ketika rancangan undang-undang legalisasi aborsi dibatalkan.

"Untuk sementara di Argentina kami telah menyaksikan sebuah perubahan paradigma, di mana suara perempuan mulai didengar, dipahami, dan yang terpenting pihak lain juga ikut serta," kata Direktur Eksekutif National Institute for Women di Argentina, Fabiana Tunez. 

Tunez mengatakan suara Fardin membuat gerakan itu lebih terlihat. Pada 11 Desember lalu aktris itu, mengumumkan ia mengajukan tuntutan di Nicaragua, tempat di mana ia diperkosa oleh Darthes di sebuah hotel saat mereka mempromosikan sebuah serial televisi untuk anak-anak 'Ugly Duckling'. Darthes yang sejak saat itu pulang ke kampung halamannya di Brasil membantah tunduhan tersebut.

Sementara, tiga orang perempuan lainnya juga mengajukan tuduhan yang sama. Mereka menuduh Darthes telah melakukan kekerasan atau pelecehan. "Kami semua sangat terkejut, ini membuka sesuatu yang mungkin sangat menyakitkan," kata pengacara Fardin, Sabrina Cartabia.

Tidak ada daftar korban pelecehan seksual nasional di Argentina. Tapi sebuah survei menunjukan sekitar 45 persen dari 2.750 mhasiswa yang di universitas negeri dan swasta di Buenos Aires mengalami kekerasan fisik dan psikis. Sebanyak 9 persen mengalami kekerasan seksual. Survei yang digelar UNICEF Argentina itu dipublikasi pada 2016.

Organisasi aktor dan aktris Argentina Management Society of Actors melakukan sebuah survei yang menunjukan sekitar 66 persen aktris mengalami kekerasan atau pelecehan saat menjalani profesi mereka. Gelombang perempuan yang membuka suara ini mengancam budaya yang sudah mendarah daging di Argentina, di mana perempuan digoda di pinggir jalan.

Pada beberapa pekan terakhir ini saluran telpon korban pelecehan seksual meningkat secara drastis. Peningkatan pengaduan pelecehan mulai terjadi pada 12 Desember lalu, satu hari setelah Fardin mengungkapkan pelecehan seksual yang ia alami.

Tunez juga membantu saluran telepon tersebut. Ia mengatakan sangat terkejut mendengar cerita dari para perempuan yang berusia 70 dan 80 tahun, yang menceritakan kekerasan seksual yang mereka alami saat kecil.

"Mereka hanya ingin seseorang yang mendengarkan mereka, karena secara hukum tidak ada yang bisa dilakukan," kata Tunez.

Beberapa hari yang lalu, alumnus sebuah organisasi non-profit Yahudi ORT ORT Jewish community school yang juga putri politisi Argentina, Daniel Filmus secara terbuka menuduh dokter sekolahnya melakukan pelecehan seksual terhadap ia dan teman-temannya ketika mereka berusia 13 dan 14 tahun. Pihak sekolah tersebut mengatakan akan kooperatif dengan penyelidikan kasus itu.

Gema dari gelombang ini sudah menyebar lebih jauh lagi. Para perempuan yang bergabung dalam partai politik dan organisasi pemuda seperti La Campora mulai melaporkan pelecehan seksual di blog, media sosial, dan saluran media lainnya. Pembuat konten televisi Argentina, Pol-Ka sudah berkomitmen untuk kooperatif dalam menjalankan protokol membantu korban pelecehan dan kekerasan seksual.

Para anggota Senat Argentina juga sudah meloloskan undang-undang yang meminta setiap pemerintah menyediakan pelatihan kepada karyawan mereka tentang topik-topik yang berhubungan dengan gender. "Argentina memimpin mobilisasi sosial ribuan perempuan yang sepertinya tidak pernah terjadi di Amerika Latin, yang mana berdampak pada negara-negara lainnya," kata Maria Elana, yang bekerja di kantor ombudsman Argentina.

Gerakan ini juga terjadi di Uruguay, Bolivia, Ekuador, dan Chile. Sebagai  pembantu Senat, kataka Guebel,  ia akan terus berkerja untuk mengikis budaya patriarki di Argentina.

Guebel tidak hanya berhadapan dengan Fiorda, ia juga mengajukan tuntutan terhadap Senator Juan Carlos Marino atas tuduhan memegang dadanya dan kepada staf Kongres Argentina Juan Carlos Amarilla yang telah melakukan kekerasan seksual terhadapnya. Marino dan Amarilla menyatakan diri mereka tidak bersalah. Ketiga orang itu sudah didakwa oleh jaksa umum.

"Saya menghadapi kelelahan di level yang sangat luar biasa yang menyebabkan saya mengalami begitu banyak masalah kesehatan dan jiwa saya, pesan yang bisa saya berikan kepada perempuan adalah mereka harus menjadi lebih berani, ini baru permulaan, kami mulai lebih kuat lagi," kata Guebel.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement