Selasa 20 Feb 2018 01:58 WIB

Bangladesh akan Temui Myanmar Bahas Rohingya

Perwakilan Bangladesh dan Myanmar akan bertemu tentang repatriasi muslim Rohingya.

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Bayu Hermawan
Seorang anak pengungsi Muslim Rohingya
Foto: AP/Bernat Armangue
Seorang anak pengungsi Muslim Rohingya

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Perwakilan Bangladesh dan Myanmar akan bertemu tentang repatriasi lebih dari 6.500 Muslim Rohingya ke Myanmar. Mereka terjebak di perbatasan antara kedua negara.

''Kami akan membicarakan pemulangan mereka ke Myanmar pekan ini. Tidak ada titik nol dan sebenarnya mereka ada di daerah Myanmar,'' kata Komisioner Pemulihan dan Repatriasi Myanmar dari Bangladesh, Mohammad Abul Kalam seperti dikutip dari Reuters, Senin (19/2).

Kalam sendiri menyatakan tak ada batas waktu repatriasi. Mereka yang pulang harus dengan sukarela dan Myanmar harus memastikan lingkungan yang aman buat mereka. ''Kami tidak bisa memaksa mereka pulang,'' ucapnya.

Namun, beberapa pejabat di Myanmar mengaku belum mendengar kabar rencana itu. Pertemuan itu kabarnya akan digelar di dekat daerah Gundum. Juru bicara Komisi Tinggi Pengungsi PBB (UNHCR) menyampaikan, UNHCR khawatir dengan kemungkinan pemaksaan pulang warga Rohingya ke Myanmar tanpa pertimbangan yang matang soal keselamatan mereka. UNHCR sendiri tak terlibat dalam pertemuan bilateral itu.

''Kami mengkhawatirkan tekanan langsung terhadap sebagian warga Rohingya di daerah perbatasan tersebut,'' kata Juru Bicara Informasi Publik Senior UNHCR di Coxs Bazar.

UNHCR menilai, mereka yang lari dari Myanmar karena jadi korban kekerasan dan diskriminasi tidak seharusnya dipaksa pulang. UNHCR menilai kondisi Rakhine belum kondusif untuk pemulangan warga Rohingnya. Karena itu, UNHCR meminta kedua negara memastikak setiap gelombang pemulangan warga Rohingya harus disertai informasi yang jelas, penuh hormat, dan aman.

Myanmar sendiri menyatakan akan menerima warga Rohingnya yang memiliki kartu tanda registrasi verifikasi nasional. Warga Rohingnya menolak kartu ini karena mereka akan diperlakukan sebagai imigran.

Salah satu pemimpin warga Rohingya di area penyangga perbatasan, Dil Mohammed, menyampaikan, seluruh orang di daerah penyangga mensyaratkan keamanan dan pemenuhan hak-hak dasar mereka termasuk kewarganegaraan. Melalui pesan singkat, Mohammed menegaskan mereka tak akan pernah menerima kartu verifikasi nasional karena mereka pulang ke tempat mereka lahir, bukan tempat asing.

''Jika dipulangkan, kami berhak menerima kompensasi atas kerusakan dan kehilangan yang kami alami, juga perlindungan dari PBB,'' tulis Mohammed.

Sebagian besar warga Rohingya yang lari dari Myanmar berhasil mencapai kamp pengungsian di Coxs Bazar di selatan Bangladesh. Namun, ribuan orang lain terjebak di area penyangga perbatasan Bangladesh dan Myanmar.

Keamanan Bangladesh membiarkan warga Rohingya melintas perbatasan. Hanya saja, sebagian di antara warga Rohingya ini memilih bertahan di area penyangga perbatasan dengan alasan tak mau jadi pengungsi di Bangladesh.

Area penyangga perbatasan Bangladesh-Myanmar seluas 40 kali lapangan bola itu sendiri memang tak berpenghuni. Area itu dulunya adalah area persawahan.

Mayoritas warga Myanmar melihat warga Rogingya sebagai imigran tak diinginkan dari Bangladesh dan tentara Myanmar menyebut mereka dengan orang Bengali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement