Kamis 06 Dec 2018 16:22 WIB

Trump Ledek Macron di Twitter

PM Prancis putuskan tangguhkan kenaikan pajak bahan bakar setidaknya selama 6 bulan.

Demonstran rompi kuning Prancis.
Foto: AP
Demonstran rompi kuning Prancis.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Kamran Dikarma

WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menyentil Presiden Prancis Emmanuel Macron lewat Twitter. Kali ini, Trump membanggakan keputusannya karena, menurut dia, Macron akhirnya mengakui kesepakatan iklim Paris "cacat".

Hal itu diungkit Trump setelah Pemerintah Prancis memutuskan menangguhkan pajak bahan bakar untuk meredakan kericuhan demonstran rompi kuning di negaranya. "Saya senang teman saya @EmmanuelMacron dan para pemrotes di Paris setuju dengan kesimpulan yang saya capai dua tahun lalu (terkait kese pakatan iklim Paris)," kata Trump melalui akun Twitter pribadinya pada Selasa (4/12) malam.

"Kesepakatan (iklim) Paris itu sangat salah karena meningkatkan harga energi untuk negara-negara yang bertanggung jawab sambil menutup-nutupi beberapa pencemar terburuk," ujar Trump.

Kebanggaannya melambung setelah sebelumnya ia juga mencicitkan klaim menyebutkan saat kelompok rompi kuning berunjuk rasa di Prancis, di antara mereka ada teriakan "Kami menginginkan Trump". Namun, the Daily Mail menyebutkan, klaim itu tidak bisa dibuktikan kebenarannya.

Tampaknya, Trump mencicit ulang pesan yang ditulis Charlie Kirk, presiden organisasi pemuda yang berhaluan konservatif, Turning Point USA. Kirk mencicit, "'Kami ingin Trump' diteriakkan di jalanan Paris."

Awal pekan ini, Perdana Menteri Prancis Edouard Philippe memutuskan untuk menangguhkan kenaikan pajak bahan bakar setidaknya selama enam bulan. Keputusan itu diambil setelah gelombang protes terjadi di seluruh Prancis sejak bulan lalu.

Selama akhir pekan lalu, lebih dari 130 ribu orang berdemonstrasi di seluruh Prancis. Di Paris, demonstrasi berujung ricuh setelah massa terlibat bentrok dengan aparat keamanan. Sejumlah mobil menjadi sasaran pembakaran. Restoran, bank, dan butik-butik mewah di kota tersebut pun turut dirusak dan dijarah para demonstran.

Kerusuhan di Paris akhir pekan lalu menjadi yang terburuk sejak 1968. Menurut jaksa penuntut Paris Remy Heitz, sebanyak 378 orang telah ditahan sehubungan dengan kerusuhan di sana, 33 di antaranya berusia di bawah 18 tahun.

Adapun kesepakatan iklim Paris berisi sejumlah ketentuan yang cukup komprehensif terkait perubahan iklim. Kesepakatan yang dibuat pada 2015 tersebut mengharuskan negara-negara terlibat atau terikat untuk mengurangi emisi karbon yang menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim.

Sekitar 147 negara, termasuk AS, telah menandatangani kesepakatan itu. Hanya dua negara yang abstain, yakni Suriah dan Nikaragua.

Namun, pada Juni 2017, Trump memutuskan menarik AS dari kesepakatan tersebut. Ia mengaku keberatan dengan ketentuan di dalam kesepakatan dan menuding bahwa kesepakatan itu merupakan tipuan yang dibuat Cina.

Trump menghendaki agar kesepakatan iklim Paris dapat dirombak kembali. "Kami akan bergerak untuk menegosiasikan kesepakatan yang lebih adil dan tentunya tidak merugikan bisnis serta semua pekerja di AS," ujarnya.

Sementara itu, hubungan Trump dan Macron pun tak dapat dikatakan mesra. Keduanya kerap beradu pendapat, termasuk dalam pidato di forum global, seperti PBB.

Trump kerap disindir Macron sebagai pemimpin antipergaulan global dan mengagungkan kepentingan negaranya sendiri. Hal itu mengacu pada slogan Trump, "America first" atau "Amerika yang utama". n reuters/ap ed: yeyen rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement