Jumat 07 Mar 2014 18:11 WIB

Venezuela Serukan Pemimpin Amerika Selatan Bersatu

Presiden Venezuela, Nicolas Maduro
Foto: whatsnextvenezuela.com
Presiden Venezuela, Nicolas Maduro

REPUBLIKA.CO.ID, KARAKAS-- Presiden Venezuela Nicolas Maduro menyerukan diselenggarakan pertemuan para pemimpin Amerika Selatan sementara negaranya menghadapi kekacauan yang meningkat akibat protes anti-pemerintah sebulan yang menewaskan 20 orang.

Tindakan pemimpin negara itu Kamis dilakukakan sehari setelah ia memutuskan hubungan dengan Panama, setelah seruan negara itu kepada Organisasi Negara Amerika (OAS) saingannya untuk membicarakan krisis itu.

Pemerintah Maduro kemudian memerintahkan Duta Besar Panama Pedro Preira dan tiga diplomat lainnya yang bekerja di misi itu meninggalkan negara itu dalam 48 jam, kata Wakil Menlu Panama Mayra Arosemena kepada wartawan.

Tetapi Arosemena mengatakan bahwa walaupun tindakan-tindakan Venezuela terhadap para diplomat itu, Panama "tetap akan mempertahankan hubungan paling baik dengan Venezuela." Di Washington, Dewan Tetap OAS melakukan pertemuan untuk membicarakan satu rancangan resolusi yang menyerukan dialog dan mengecam aksi kekerasan di Venezuela, serta usul Panama bagi diselenggarakan pertemuan para menlu membahas krisis itu.

Protes-protes di jalan-jalan meletus di Venezuela 4 Februari dan berlanjut setiap hari yang menjadi tantangan terbesar pemerintah sosialis Maduro yang berusia kurang dari setahun itu. Kemarahan masyarakat atas kejahatan yang merajalela, kekurangan barang-barang kebutuhan pokok dan penangkapan para pemerotes semakin meningkat, yang pemimpin Venezuela itu tuduh adalah satu bagian komplotan dukungan Amerika Serikat untuk menggoyahkan pemerintahnya.

Para pemrotes menuduh pasukan pemerintah melanggar hak asasi manusia. Di daerah Altamira, Karakas terjadi bentrokan antara polisi dan puluhan mahasiswa yang menggunakan batu dan bom-bom api. Polisi membubarkan mereka dengan menembakkan gas air mata dan menahan 15 orang, kata wali kota itu.

Guilermo Aveledo, sekretaris eksekutif kelompok oposisi Koalisi bagi Persatuan Demokratik (MUD) mengatakan Maduro sedang menabur "benih-benih perang saudara."

Para pemerotes anti-Maduro mengklaim para warga sipil bersenjata pro-pemerintah menggunakan sepeda-sepeda motor untuk mengintimidasi atau menyerang mereka, satu tuduhan yang dibantah pemerintah.

Maduro menyerukan diselenggarakan pertemuan Perhimpunan Negara Amerika Selatan atau UNASUR, agar ia dapat menjelaskan tentang

"serangan-serangan, aksi kekerasan ,kelompok-kelompok kecil yang berusaha untuk mmerongrong kehidupan sosial dan memberlakukan situasi politik yang negara kita tanggulangi."

Tetapi dalam komentar yang menyatakan rencana presiden Venezuela tidak dimulai, pemimpin Bolivia , Evo Morales,sekutu Maduro mengatakan "satu atau dua" presiden UNASUR tidak ingin diselenggaraan KTT darurat karena sesuai peraturan kelompok itu bahwa itu harus disetujui semua 12 anggotanya.

Di Havana, di mana pemerintah komunis negara itu sangat tergantung pada bantuan Venezuela, Menlu Kuba Bruno Rodriguez mengecam apa yang ia katakan "usaha-usaha canmpur tangan" oleh OAS dan AS. "Venezuela memiliki hak untuk membela kemerdekan dan kedaulatannya," katanya dan menjajikan dukungan kuat Kuba kepada pemerintah Maduro dalam menghadapi usaha-usaha untuk menggulingkannya.

Kuba mengandalkan pada Karakas bagi separuh dari kebutuhan energinya dengan harga istimewa, dan membantu 40.000 penasehat dan a pekerja perawatan kesehatan. Sementara itu, satu perhimpunan wartawan mengatakan 89 pekerja media telah jadi target serangan,aksi kekerasan atau penahanan sewenang-wenang di Venezuela sejak aksi protes itu dimulai.

Garda Nasional melakukan penahanan," kata Marco Ruiz, sekjen Persatuan Pekerja Pers Nasional. "Tindakan-tindakan seperti itu salah, karena ada aksi-aksi protes yang menumpahkan kemarahan pada para pekerja media, membuat nyawa mereka berada dalam bahaya."

sumber : Antara/ AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement