REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan, ia tidak siap untuk melakukan perundingan damai dengan oposisi di negara itu.
Menurut mantan wali kota Davao itu, tuntutan dari Tentara Rakyat Baru (NPA) untuk mencapai kesepakatan sangat berlebihan. Mereka meminta sebanyak 400 tahanan dari kelompok oposisi Filipina itu dibebaskan.
"Saya tidak siap melakukan pembicaraan damai meski saya telah mencoba segalanya yang mungkin berlebihan," ujar Duterte dilansir BBC, Ahad (5/2).
Ia menjelaskan sejumlah tahanan yang berasal dari NPA dibebaskan sementara waktu agar dapat melakukan perundingan damai di Oslo. Mereka dibebaskan sementara hingga pembicaraan ini dihentikan.
Saat ini, anggota oposisi yang dibebaskan sementara waktu harus kembali menghadapi tahanan penjara. Pemerintah Filipina dan NPA sebelumnya melakukan pembicaraan untuk melanjutkan kesepakatan gencatan senjata kedua belah pihak di Italia pekan lalu.
Namun, kesepakatan untuk melanjutkan hal itu gagal saat kelompok oposisi menuntut pembebasan lebih dari 400 tahanan politik. Termasuk salah satunya adalah seorang pria yang melakukan pembunuhan terhadap kolonel angkatan darat Amerika Serikat (AS) pada 1989 lalu.
Duterte telah mencoba menghidupkan kembali proses perdamaian dan gencatan senjata yang berlangsung enam bulan terakhir. Konflik antara Pemerintah Filipina dan NPA telah berlangsung di salah satu negara Asia Tenggara itu selama hampir 50 tahun.
Upaya perundingan damai telah dilakukan sejak 1980 lalu. Namun, hal itu terus menemui kegagalan dan oposisi baru-baru ini juga mengatakan bahwa tak akan menyerahkan senjata meski kesepakatan tercapai.