Kamis 03 May 2018 20:47 WIB

Anak-Anak Gaza Ketakutan Akibat Kekerasan Tentara Israel

Sebanyak 56 persen anak-anak di jalur Gaza menderita stres pasca-trauma.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Bentrokan antara massa aksi Palestina dan militer Israel pada Sabtu (31/3) di Jalur Gaza.
Foto: AP Photo/Adel Hana
Bentrokan antara massa aksi Palestina dan militer Israel pada Sabtu (31/3) di Jalur Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, OSLO -- Norwegian Refugee Council (NRC) mengatakan, sebanyak 56 persen anak-anak di Jalur Gaza, Palestina, telah menderita stres pasca-trauma. Menurut survei yang dilakukan pada Maret lalu, anak-anak itu menunjukkan tanda-tanda peningkatan kerusakan psikososial sebagai akibat dari kekerasan yang dilakukan tentara Israel terhadap aksi protes di Gaza.

"Kepala sekolah dari 20 sekolah yang diwawancarai oleh NRC melaporkan adanya peningkatan gejala stres pasca-trauma pada anak-anak, termasuk ketakutan, kecemasan, stres, dan mimpi buruk," kata organisasi yang berbasis di Oslo itu dalam siaran pers, Kamis (3/5).

Anak-anak yang menyaksikan kekerasan di Gaza saat situasi semakin memburuk, secara negatif telah berdampak pada kesejahteraan mental mereka. Terlebih mereka sebelumnya juga telah hidup di bawah blokade selama 11 tahun terakhir.

Sekretaris Jenderal NRC, Jan Egeland, mengatakan mereka juga terdampak oleh tiga perang dahsyat yang pernah terjadi di Gaza. Perang itu telah menelan banyak korban jiwa dari kerabat dekat dan teman-teman mereka.

"Sekarang mereka sekali lagi dihadapkan pada prospek mengerikan kehilangan orang yang mereka cintai, karena mereka melihat semakin banyak teman dan kerabat yang terbunuh dan terluka," ungkap Egeland, dikutip Ahram Online.

Para pengunjuk rasa Palestina terlibat bentrok dengan pasukan Israel di sepanjang perbatasan Gaza-Israel dalam aksi protes yang dimulai sejak bulan lalu. Insiden tersebut menyebabkan kematian sekitar 40 warga Palestina dan melukai ribuan orang.

Aksi protes dilakukan untuk menuntut hak pulang warga Palestina ke wilayah mereka yang diduduki Israel. Aksi tersebut meletus sebagai tanggapan terhadap keputusan Presiden AS Donald Trump yang akan memindahkan Kedutaan Besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem dan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Penduduk Palestina menolak keputusan tersebut, karena mereka sudah lama ingin Yerusalem menjadi ibu kota negara mereka yang merdeka di masa depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement