Selasa 03 Apr 2018 19:46 WIB

PBB Minta Konflik Yaman Diselesaikan Lewat Perundingan

22 juta warga Yaman bergantung pada bantuan internasional

Red: Nur Aini
Salah satu sudut kota di Yaman yang hancur akibat perang.
Foto: Reuters
Salah satu sudut kota di Yaman yang hancur akibat perang.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak semua pihak yang berperang di Yaman segera mengupayakan penyelesaian politik untuk mengakhiri perang, yang sudah berlangsung selama empat tahun. Perang itu juga telah membuat 22 juta orang bergantung pada bantuan internasional.

Menteri Luar Negeri Yaman Abdul Malik al Mekhlafi menyuarakan hal yang sama. Dia menyerukan semua pihak untuk kembali ke meja perundingan dan mengatakan bahwa pihaknya tengah mengupayakan agar semua pelabuhan dan bandar udara dibuka untuk bantuan kemanusiaan. Seruan mereka sampaikan dalam sebuah konferensi PBB yang ditujukan untuk mendanai bantuan senilai tiga miliar dolar AS demi mengatasi krisis kemanusiaan terburuk di dunia saat ini.

photo
Seorang anak Yaman dirawat di sumah sakit setempat di Sana'a, Yaman. Menurut laporan PBB tiga juta balita Yaman terancam malnutrisi akibat konflik berkepanjangan antara dua pihak yang masing-masing didukung Arab Saudi dan Iran.

Konferensi itu digelar satu hari setelah sebuah serangan udara oleh koalisi internasional pimpinan Arab Saudi menewaskan 12 warga sipil di kota pelabuhan Hodeidah, dan pada hari yang sama kelompok Houthi menembakkan rudal ke arah wilayah Arab Saudi dari perbatasan selatan.

"Negosiasi untuk penyelesaian politik melalui dialog yang melibatkan semua pihak adalah satu-satunya solusi. Saya mendesak semua pihak untuk berkomunikasi dengan utusan khusus, Martin Griffiths, tanpa ditunda-tunda," kata Guterres, Selasa (3/4).

"Semua pelabuhan harus terbuka untuk bantuan kemanusiaan dan juga urusan komersial, obat-obatan, makanan, serta bahan bakar yang dibutuhkan untuk mendistribusikannya. Selain itu bandar udara di Sanaa juga harus dibiarkan terbuka," kata dia.

Perang di Yaman telah menewaskan lebih dari 10 ribu orang dan membuat lebih dari dua juta orang mengungsi. Selain itu Yaman, yang sudah merupakan negara termiskin di Semenanjung Arab sebelum masa perang, kini juga menghadapi ancaman kelaparan.

Hodeidah adalah pelabuhan terbesar di Yaman yang menjadi tempat masuk sebagian besar bantuan kemanusiaan bagi jutaan warga miskin yang kelaparan. Namun, pihak pemerintah menuding Houthi, yang menguasai fasilitas tersebut, menggunakan pelabuhan yang sama untuk menyelundupkan senjata.

"Kita harus mencapai solusi ideal dengan kembali ke meja perundingan, untuk mengakhiri perang, dan kembali ke dalam sistem pemerintahan lestari yang didukung oleh rakyat Yaman," kata Mekhlafi.

Saat kelompok Houthi menembakkan sejumlah rudal ke arah Riyadh pada November lalu, pihak koalisi langsung merespons dengan menutup semua bandar udara dan pelabuhan Yaman yang mereka kuasai. PBB mengatakan bahwa blokade tersebut menimbulkan bahaya kelaparan massal dan kemudian dicabut sebagian.

"Ini adalah perang yang harus segera berakhir, dan semua pihak membutuhkan gencatan senjata, perundingan damai, dan mengakhiri embargo di sebagian besar pelabuhan Yaman," kata Jan Egeland, sekretaris jenderal Norwegian Refugee Council, kepada Reuters.

"Tapi kami juga meminta Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Iran yang mendukung pihak seteru, dan oleh karena itu Inggris, dan juga Amerika Serikat yang mendapatkan banyak uang dalam jumlah besar melalui penjualan senjata, untuk mendesak semua pihak maju ke meja perundingan," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement