Selasa 15 Nov 2011 17:27 WIB

Biksu Myanmar Tuntut Pembebasan Tahanan Politik

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON - Lima biksu melancarkan protes di Myanmar yang dikuasai militer, Selasa, yang menurut para saksi mata diikuti sekitar 500 orang menyerukan perdamaian dan pembebasan segera para tahanan politik.

Sehari sebelum satu amnesti yang diberikan kepada para tahanan politik gagal diwujudkan, para biksu mengurung diri mereka di satu gedung kompleks agama di kota Mandalay dan dengan menggunakan alat pengeras suara menyuarakan tuntutan-tuntutan mereka.

Para biksu yang melakukan protes itu membawa spanduk-spanduk dalam bahasa Inggris dan Burma bertuliskan "Bebaskan semua tahanan politik " dan "Hentikan perang saudara sekarang"--mengacu pada konflik puluhan tahun antara militer dan minoritas-minoritas etnik.

Unjuk-unjuk rasa oleh para biksu sangat jarang terjadi di Myanmar, dan aksi Selasa itu diperkirakan yang pertama sejak proses massa yang dipimpin para biksu tahun 2007 ditumpas secara kejam, menewaskan setidaknya 31 orang dan banyak biksu ditangkap.

Seorang pejabat pemerintah Myanmar mengonfirmasikan protes itu, mengemukakan kepada AFP bahwa lima biksu itu berasal dari Yangon, bukan dari Mandalay. "Para biksu lokal sedang berusaha berunding dengan mereka untuk menyelesaikan masalah itu," kataya.

Belum ada polisi datang ke lokasi itu, kata seorang saksi mata dan menambahkan satu kelompok orang, termasuk banyak biksu duduk di tanah dekat kompleks itu dan "mendengar dengan tenang" tuntutan para pengunjuk rasa.

Lima pengunjuk rasa mengaku mereka memiliki cukup makanan dan air untuk tinggal di di gedung itu selama tiga hari.

Pembebasan semua tahanan politk negara itu, yang jumlahnya tetap tidak jelas, adalah salah satu dari tuntutan-tuntutan penting negara-negara Barat yang memberlakukan sanksi-sanksi pada Myanmar.

Pihak berwenang memperkirakan pembebasan sejumlah tahanan politik dilakukan Senin sebelum Presiden Thein Sein menghadiri KTT ASEAN akhir pekan ini di Indonesia.

Tetapi para pejabat mengatakan tindakan itu ditunda oleh Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional. Myanmar tampaknya ingin mengakhiri pengucilan internasional terhadap negara itu dan akan berusaha menjadi pemimpin ASEAN tahun 2014.

Pemerintah sipil yang berkuasa Maret lalu mengejutkan para pengeritik dengan adanya tanda-tanda reformasi seperti menyetujui satu undang-undang yang mengizinkan para pekerja untuk mogok.

Dalam satu jumpa pers Senin, merupakan hari pertama pembebasannya setelah ditahan selama beberapa tahun,pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi mengatakan dia "lega" dengan perkembangan-perkembangan di Myanmar dalam 12 bulan belakangan ini.

Tetapi ia mengatakan diperlukan tindakan-tindakan mengenai masalah tahanan politik yang masih dipenjarakan, yang menurut partai oposisi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) berjumlah 591 orang.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah lama mengatakan ada sekitar 2.000 taahanan politk, tetapi tim hak asasi pemerintah , Ahad mengatakan sekitar 300 tahanan politik masih tetap di penjara setelah sekitar 200 tahanan politik dibebaskan dalam satu amnesti pertengahan Oktober.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement