Jumat 25 Nov 2011 20:09 WIB

Militer Mesir Tolak Tuntutan Demonstran

Rep: Ditto Pappilanda/ Red: Chairul Akhmad
Ribuan pengunjuk rasa memadati Lapangan Tahrir, Kairo, Mesir, Jumat (25/11).  Mereka menuntut rezim militer yang kini berkuasa untuk mundur.
Foto: AP
Ribuan pengunjuk rasa memadati Lapangan Tahrir, Kairo, Mesir, Jumat (25/11). Mereka menuntut rezim militer yang kini berkuasa untuk mundur.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Penguasa militer Mesir menolak tuntutan pengunjuk rasa yang meminta mereka untuk segera mundur. Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF) juga mengatakan akan memulai putaran pertama pemilihan parlemen sesuai jadwal, Senin pekan depan.

Sementara itu, para demonstran bersiap untuk meneruskan aksi protes dengan jumlah massa yang lebih besar, dan menuntut pemilihan parlemen ditunda. "Tidak akan ada penundaan pemilu," kata Mayor Jenderal Mamdouh Shaheen, salah satu dari dua anggota SCAF dalam konferensi pers yang disiarkan televisi, Kamis (24/11). "Pemilu akan diselenggarakan tepat waktu beserta tiga tahapnya sesuai jadwal."

SCAF mengatakan kerumunan di Lapangan Tahrir tidak mewakili seluruh Mesir. Diperingatkan pula akan terjadi kekacauan jika mereka segera mundur. Bahasa ini mirip dengan upaya menakut-nakuti Hosni Mubarak ketika mencoba untuk mempertahankan kekuasaannya saat menghadapi pemberontakan 18-hari.

Dua jenderal SCAF, Shaheen dan Mayor Jenderal Mukhtar el-Malla, juga mengatakan bahwa pemilihan parlemen akan dimulai Senin besok. Selain itu, seorang perdana menteri baru yang akan menggantikan Essam Sharaf akan ditunjuk sebelum pemungutan suara dilangsungkan.

SCAF juga menegaskan bahwa rezimnya tidak sama dengan rezim Housni Mubarak yang mereka gantikan. Namun tampak jalan yang ditempuh para jenderal memiliki takdir yang searah dengan Mubarak sembilan bulan lalu dengan merespon krisis secara arogan, ancaman dan kekuatan brutal. Sejauh ini cara kekerasan tidak lebih baik daripada jaman Mubarak.

Pengunjuk rasa di Lapangan Tahrir mengatakan, mereka tidak akan meninggalkan alun-alun sampai pimpinan militer mundur sebagai dukungan kepada presiden dari kalangan sipil. Sikap ini menunjukkan tekad yang sama dengan yang memaksa Mubarak untuk menyerahkan kekuasaannya pada Februari silam setelah hampir tiga dekade bertahta.

"Apa yang kita ingin dengar adalah kapan mereka pergi," kata pengunjuk rasa, Khaled Mahmoud, setelah mendengar permintaan maaf yang ditawarkan oleh militer atas kematian hampir 40 demonstran sejak Sabtu. "Terusirnya para marsekal hanya masalah waktu," tambahnya, mengacu pada Marsekal Hussein Tantawi, yang menjadi menteri pertahanan Mubarak selama 20 tahun sebelum didapuk memimpin SCAF, Februari kemarin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement