Rabu 22 Aug 2012 13:35 WIB

Kematian Zenawi Munculkan Ketakutan Kekacauan Politik Ethiopia

Meles Zenawi
Meles Zenawi

REPUBLIKA.CO.ID, Salah satu pemimpin paling kuat di Afrika, Meles Zenawi dari Ethiopia meninggal dunia akibat sakit. Pemerintah tak mengungkap kepada publik apa penyakit yang dideritanya. Kepergian Zenawi langsung memunculkan ketakutan mengenai kosongnya kekuasaan regional.

Males, 57 tahun, meninggal di sebuah rumah sakit di Brussel pada Senin setelah mengalami infeksi, ujar pemerintah. Sang PM tidak muncul di muka publik selama dua bulan dan spekulasi mengenai kesehatannnya meningkat setelah ia absen dari pertemuan kepala negara Uni Afrika di Addis Ababa bulan lalu.

Kematiannya meninggalkan risiko besar kekacauan politik dalam negara berpenduduk terbanyak kedua Afrika ini. Perdana Menteri Kenya, Raila Odinga berkata, "Salah satu ketakutan atas kematiannya ialah guncangan stabilitas di Eithiopia, karena anda tahun negara ini sangat rapuh dan banyak kekerasan etnis di dalamnya. Saya tak tahu apakah (politis Eithiopia) cukup bersiap atas suksesi kepemimpinan. Inilah yang saya takutkan pula bahwa ada kejatuhan besar-besaran dalam pergeseran kekuasaan."

Deputi Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri, Hailemariam Desalegn, 47 tahun, akan disumpah sebagai perdana menteri setelah pertemuan darurat di parlemen. Keterangan itu disampaikan menteri komunikasi, Bereket  Simon.

Salah satu warga yang berduka, Rosa Betemariam, bekerja sebagai perawat gigi dan tinggal di AS berkata, "Saya sungguh berduka. Saya mengunjungi Ethiopia setelah tak pulang selama 20 tahun. Saya diterpa kesedihan sekaligus kebahagiaan. Saya begitu sedih karena ia meninggal tapi juga takjub dengan apa yang telah ia lakukan terhadap negara ini. Saya tak bisa mengenali lagi kota ini karena kemajuannya. Ia sungguh pemimpin bervisi yang telah mengubah Ethiopia.

Sementara, duduk di sebuah bar khat, di mana orang bisa bebas mengunyah daun ganja, Abraham Getachew, seorang mahasiswa teknik mengaku sebagai manusia sedih atas kematian Zenawi. "Tapi saya tidak sedih kehilangan dia sebagai pemimpin,"ungkapnya.

Ia merasa tak mendapat keuntungan atas kepemimpinannya. "Tujuh puluh persen lulusan sarjana tak bisa mendapat pekerjaaan di dalam negeri. Kami ingin terlibat dalam pembangunan di Ethiopia tapi kami tak mendapat kesempatan itu," ujarnya.

Sejumlah pengamat hak asasi manusia pun mengkritik kepemimpinan Zanewi yang dianggap tangan besi. Berdasar catatan Amnesty Internasional, penjara-penjara negara ini dijejali oleh tahanan tanpa pengadilan dan tuntutan jelas. Sebagian besar mereka ialah lawan politiknya.

Pada pemilu 2005 ia dituduh melakukan kecurangan hingga membawanya ke tampuk kekuasaan. Saat demonstrasi pecah di jalanan, pasukan keamanan membunuh setidaknya 200 orang demonstran dan memenjarakan ribuan orang lain.

Warisan Males mungkin bisa diperdebatkan. Tapi di bawah dia Ethiopia memang mencatat peningkatan dalam pendidikan, dengan keberadaan sekolah dan universitas baru. Wanita mendapat lebih banyak hak. Pada pertengahan 2000, Ethiopia mengalami pertumbuhan kuat, tiga kali dalam 15 tahun. IMF pada 2008 menyatakan ekonomi Ethiopia tumbuh lebih cepat ketimbang negara-negara non-pengekspor minyak lain di Afrika Sub-sahara.

Seorang seniman Ethiopia, Henok Beyene menyebut Meles ialah seorang otokrat. "Ethiopia tak memiliki pengalaman dalam demokrasi, kami hanya menjalani pemerintahan dari tangan otokrat. Kejeniusan Zenawi ialah persoalan bagaimana ia mengendalikan pikiran rakyatnya. Ia membuat setiap orang berpikir tak ada alternatif orang lain yang bisa menggantikan kepemimpinannya dengan intimidasi dan menciptakan ketakuta," ujarnya.

Meles meninggalkan seorang istri, Azeb Mesfin, yang juga anggota parlemen dan tiga anak.

sumber : Guardian
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement