Kamis 10 Oct 2013 18:23 WIB

Musim Semi Arab Rugikan Timteng Rp 8.800 Triliun

Rep: Nur Aini/ Red: Karta Raharja Ucu
Demonstran di Mesir
Foto: ROL
Demonstran di Mesir

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Bank HSBC memperkirakan musim semi Arab atau Arab Spring merugikan ekonomi Timur Tengah sebesar 800 miliar dolar AS atau sekitar Rp 8.800 triliun.

Musim semi Arab merupakan sebutan bagi bangkitnya pemberontakan terhadap pemerintah yang sering berakhir dengan tergulingnya pemimpin negara. Dalam sebuah laporan, HSBC memprediksi akhir 2014, produk domestik bruto di tujuh negara dengan dampak terbesar (Mesir, Tunisia, Libya, Suriah, Yordania, Lebanon, dan Bahrain), akan menurun 35 persen dari sebelum pemberontakan terjadi pada 2011.

"Kombinasi dari kerusakan parah fiskal, penurunan efektivitas pemerintahan, keamanan dan penegakan hukum akan memperberat upaya pembuat kebijakan, bahkan untuk membawa ke tahap sebelum revolusi," ujar laporan itu dilansir Al-Arabiya, Kamis (10/10).

HSBC memperkirakan pertumbuhan PDB di Timur Tengah dan Afrika Utara menurun sampai empat persen tahun ini, naik 4,2 persen tahun depan dari 4,5 persen tahun lalu dan 4,9 persen pada 2011. Diperkirakan perekonomian Mesir tumbuh hanya 2,2 persen tahun ini dan tiga persen tahun depan karena tekanan pada anggaran negara.

Banyak analis percaya akan sulit untuk memangkas jumlah pengangguran di Negeri Piramida itu. Negara yang kaya akan minyak seperti Arab, ekonominya juga hanya akan tumbuh 4,3 persen tahun ini.

Sementara tahun depan pertumbuhan itu diprediksi turun menjadi empat persen pada 2014. Musim Semi Arab dinilai meningkatkan harga minya dan membuat pemerintah harus meningkatkan belanja untuk kesejahteraan sosial agar tetap damai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement