REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ribuan pengunjuk rasa pada Sabtu (26/10) waktu setempat, berkumpul di Washington DC.
Mereka menuntut dibentuknya aturan baru di Amerika untuk membatasi program penyadapan oleh Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) yang dianggap telah mengganggu kehidupan pribadi.
Unjuk rasa itu digelar di tengah skandal meluas soal pengintaian yang dilakukan AS terhadap komunikasi para warga negara berikut pemimpin-pemimpin negara global hingga menimbulkan kemarahan di berbagai belahan dunia.
Tepat 12 tahun pada hari yang sama setelah Kongres mengesahkan Patriot Act untuk memperluas pengumpulan data-data intelijen anti-teror - usai aksi teroris 11 September - para pengunjuk rasa menuntut diakhirinya "spionase massal."
"Hey, hey, ho, ho, NSA harus pergi," demikian dikumandangkan para pengunjuk rasa, sebagaimana dilaporkan AFP. Panitia aksi menjelaskan, mereka yang ikut ambil bagian dalam aksi protes hari Sabtu itu tercatat sekira 4.500 orang.
Untuk menyuarakan "hentikan pemerintahan rahasia, hentikan spionase AS, stop berbohong," para pengunjuk rasa membentangkan spanduk yang bertuliskan "jangan mengintai kami lagi" di bawah jendela-jendela Capital Hill, yaitu gedung tempat Kongres berkantor.
Kepada Kongres, mereka menyerahkan petisi yang ditandatangani oleh 575.000 orang melalui internet. Petisi itu mendesak para anggota parlemen untuk "mengungkapkan secara rinci program pengintaian oleh NSA."
NSA belakangan ini dihujani kritik sejak pembocor rahasia yang menjadi buronan AS, Edward Snowden, menguak penyadapan besar-besaran yang dilakukan oleh NSA terhadap kegiatan Internet serta terhadap komunikasi telepon jutaan warga Amerika dan para pemimpin dunia, termasuk sekutu-sekutunya, Prancis dan Jerman.
"Bukan hanya warga Amerika yang terperangkap dalam jala ini. Kita perlu bangkit untuk seluruh dunia juga," kata presiden dan kepala eksekutif media Free Press dan kelompok pembelaan teknologi, Craig Aaron di depan kerumunan orang.