REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Thailand pada hari ini (Rabu, 25/12) memperpanjang satu undang-undang khusus keamanan selama dua bulan lagi untuk menangani protes-protes oposisi yang bertujuan untuk menggulingkan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra.Demikian diungkapkan seorang pejabat senior Thailand.
Yingluck menghadapi unjuk-unjuk rasa selama beberapa minggu yang dihadiri puluhan ribu dari lawan-lawannya di jalan-jalan. Mereka berusaha menggulingkan pemerintah yang terpilih dan membentuk satu 'dewan rakyat' yang tidak dipilih sebagai gantinya.
Aksi-aksi protes itu bertujuan untuk mengekang pengaruh politik keluarga Yingluck, dan telah menewaskan lima orang serta lebih dari 200 orang cedera dalam aksi kekerasan di jalan-jalan.
Undang-undang khusus itu , yang dikenal sebagai Undang Keamanan Dalam Negeri (ISA), diperluas bulan lalu mencakup seluruh Bangkok dan daerah-daerah sekitarnya. Undang-undang itu memberikan kekuasaan tambahan kepada polisi untuk menutup rute-rute, melarang pertemuan-pertemuan, melakukan penggeledahan dan memberlakukan jam malam, kendatipun tidak semua tindakan itu telah digunakan.
"Pemerintah membutuhkan undang-undang ini untuk menjaga perdamaian dan ketertiban karena masih ada protes-protes," kata Wakil Menteri Pertahanan Jenderal Yutthasak Sasispapa kepada wartawan setelah kabinet menyetujui perpanjangan 60 hari.
Yingluck memutuskan akan menyelenggarakan pemilu sela pada 2 Februari dalam usaha meredakan ketegangan, tetapi oposisi utama Partai Demokrat yang tidak memenangkan mayoritas yang terpilih dalam sekitar dua dasa warsa- berikrarkan memboikot pemungutan suara itu.
Para pemrotes berusaha mencegah para kandidat mendaftarkan diri bagi pemilu itu dengan memblokir pintu masuk ke stadion yang dijadikan sebagai tempat pendaftaran. Para pengunjuk rasa berusaha memaksa masuk ke gedung itu Rabu, yang menimbulkan bentrokan dengan polisi. Akan tetapi pihak berwenang pemilu menyatakan keyakinannya bahwa para kandidat akan dapat mendaftarkan pada waktunya.