Jumat 24 Jan 2014 17:15 WIB

Oposisi Bertindak Kejam, Wartawan Suriah Lari

Konflik bersenjata di Suriah.
Foto: Reuters/Omar Ibrahim
Konflik bersenjata di Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wartawan Suriah, yang berani menghadapi penembak gelap dan tembakan untuk meliput pemberontakan terhadap Presiden Bashar al-Assad, kini melarikan diri dari kelompok garis keras, yang menculik dan membunuh rekan mereka.

Para wartawan pada Kamis mengatakan penculikan, penyiksaan dan pembunuhan wartawan dan pekerja media oleh kelompok gerilyawan Negara Islam Irak dan Laut Tengah Timur (ISIL) di daerah dikuasai pemberontak Suriah utara meniru penindasan, yang mereka hadapi di negara diperintah Bashar itu.

Bahaya itu menyebabkan beberapa wartawan melarikan diri melintasi perbatasan memasuki Turki, membuatnya sulit untuk melaporkan pertempuran di banyak daerah Suriah atau memverifikasi apa yang disebut penyiksaan, seperti pemboman daerah itu selama beberapa pekan kota terbesar kedua negara itu, Aleppo bulan lalu.

"Mereka mulai melakukan penculikan para wartawan asing yang datang untuk meliput pemberontakan itu," kata seorang wartawan Suriah di Turki yang mengaku bernama "Abid" karena ia dicari oleh ISIL,yang menjatuhkan hukuman mati terhadapnya.

"Langkah ke depan adalah mereka mulai menculik para wartawan Suriah. Dan akhirnya dapat pergi ke sana di mana kami berada sekarang, saat mereka mulai membunuh para wartawan secara langsung."

Suriah adalah negara paling berbahaya di dunia bagi wartawan, dengan lebih dari 60 wartawan tewas sejak awal pemberontakan tahun 2011 dan 30 orang lainnya hilang, separuh dari mereka wartawan asing, kata Komite Perlindungan Wartawan (CPJ) yang bermarkas di Amerika Serikat.

Wartawan Tanpa Perbatasan (RSF) mengatakan lebih dari 120 wartawan asing dan lokal tewas dan lebih dari 40 orang ditahan.

ISIL "menjadi ancaman terbesar satu-satunya bagi wartawan di Suriah, bertanggung jawab atas penculikan-penculikan dan pembunuhan-pembunuhan bahkan di negara tetangga Irak," kata Sherif Masour dari CPJ.

Jumlah pasti dari wartawan yang diculik oleh ISIL tidak diketahui, karena kelompok garis keras itu jarang mengklaim penculikan dan banyak kelompok media tidak mempublikasikan penculikan karena khawatir hal itu dapat merusak usaha-usaha untuk berunding dengan para penculik.

Tetapi hampir setiap wartawan Suriah memiliki kawan dan kolega yang hilang, dan para wartawan lokal mengatakan pihaknya tidak mungkin bekerja di daerah-daerah di mana ada para anggota ISIL.

Ahmad Brimo yang bekerja sebagai wartawan untuk beberapa media lokal di Aleppo di mana para gerilyawan ISIL menculik dia dari rumahnya pertengahan November, menuduh dia mata-mata Amerika Serikat dan memenjarakan dia di lantai dasar markas mereka di kota yang terbelah dua itu.

"Saya hanya mendapat penyiksaan fisik tiga atau empat kali, tetapi penyiksaan psikologi terus dilakukan sepanjang waktu," katanya, membandingkan pengalamannya pada tiga kesempatan di mana ia dipenjarakan oleh pemerintah Bashar.

"Saya dapat mendengar para tahanan lainnya yang disiksa sepanjang waktu."

Ia dibebaskan awal bulan ini ketika pemberontak yang berhaluan moderat merebut penjara itu, dan kini juga tinggal di Turki.

Akibat penyiksaan yang dilakukan ISIL, sejumlah kelompok pemberontak yang berpengaruh telah bergabung dengan kelompok lainnya melawan ISIL dalam pekan-pekan belakangan ini, membuka satu front baru dalam perang saudara, yang mengklaim sekitar 130.000 orang tewas sejak awal melawan pemerintah Bashar Mare 2011.

ISIL sejak lama mengandalkan pada operasi media mereka sendiri untuk mengkomunikasian dengan para pendukungnya sementara menganggap semua media lain sebagai "kafir".

"Persis ketika pemerintah melarang membawa kamera yang tidak berada dalam kendalinya, ISIL hanya mengizinkan kamera-kameranya sendiri," kata Abid.

"Saya menulis segala sesuatunya yang mereka lakukan di Facebook-- bahwa mereka menculik dan sebaginya, mereka memukul. Itu adalah alasan utama bagi saya untuk mengecam pembunuhan itu."

Para wartawan lokal, banyak juga bekerja untuk media internasional, mengatakan ancaman-ancaman dan penculikan-penculikan mencegah mereka meliput serangan pasukan pemerintah, memperkuat satu pandangan umum di kalangan para pengeritik ISIL bahwa kelompok garis keras itu bekerja sama dengan pemerintah.

"Pada hari pertama mereka mulai menjatuhkan bom-bom tandan ke Aleppo, satu kelompok wartawan datang untuk memotretnya dan )ISIL) menahan salah seorang dari mereka," kata Abid, mengacu pada penggunaan bom-bom tandan yang dijatuhkan pesawat pemerintah, satu taktik yang dikecam luas oleh kelompok hak asasi manusia.

"Mereka melarang media meliput kejadian-kejadian, dan itu adalah untuk kepentingan pemerintah."

Kendatipun bahaya-bahaya itu, sebagian besar wartawan bertekad akan kembali ke Suriah.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement