Rabu 09 Apr 2014 21:10 WIB

Separatis Barikade Kota di Ukraina, Kiev Ancam Gunakan Militer

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bilal Ramadhan
Demonstran antipemerintah Ukraina melemparkan ban menghadapi polisi antikerusuhan di Independence Square, Kiev, Rabu (19/2).
Foto: Reuters/Vasily Fedosenko
Demonstran antipemerintah Ukraina melemparkan ban menghadapi polisi antikerusuhan di Independence Square, Kiev, Rabu (19/2).

REPUBLIKA.CO.ID, LUHANSK-- Separatis pendukung Rusia memperkuat barikade dan mempersiapkan bom molotov di gedung keamanan yang mereka duduki di Luhansk, Ukraina. Langkah itu diambil menyusul ancaman pemerintah Ukraina yang akan menggunakan kekuatan militernya untuk memulihkan ketertiban.

Bangunan tersebut hanya salah satu dari beberapa gedung yang diduduki oleh pengunjuk rasa di sejumlah kota di Ukraina. Mereka menuntut digelarnya referendum kemerdekaan dari Kiev. Selain itu, seorang juru bicara kepolisian mengatakan laporan terkait adanya sandera di Luhansk tidaklah benar. Laporan itu pun juga dibantah oleh para demonstran.

Sementara itu, para pengunjuk rasa di Donetsk masih mengendalikan gedung pemerintahan. Sedangkan, pemerintah berhasil mengambil alih gedung pemerintahan di Kharkiv.

"Resolusi krisis ini akan didapatkan dalam waktu 48 jam ke depan," kata menteri dalam negeri Arsen Avakov.

"Bagi mereka yang ingin berdialog, kami usulkan pembicaraan dan solusi politik. Bagi minoritas yang menginginkan konflik, kami akan mengerahkan kekuatan militer," katanya.

Sementara itu, juru bicara dari pengunjuk rasa yang menduduki gedung pemerintahan di Luhansk mengatakan pembicaraan untuk mengatasi krisis masih berlanjut. Ia juga mengatakan sebanyak 50 orang telah meninggalkan gedung pemerintahan yang telah diduduki. 

"Mereka yang meninggalkan gedung pemerintahan tidak siap untuk bertempur dan tinggal di gedung itu," katanya. Lanjutnya, mereka pun akan tetap berusaha mendapatkan referendum kemerdekaan dari Kiev.

"Tentu saja kami harus meminta Rusia untuk mengizinkan kami bergabung dengannya," lanjutnya dan berharap mendapatkan bantuan dari Presiden Vladimir Putin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement