Kamis 22 May 2014 18:31 WIB

Militer Kudeta Thailand

Rep: ani nursalikah/ Red: M Akbar
Seorang tentara terlihat berjaga-jaga di dekat 'checkpoint' kelompok pendukung pemerintahThailand di provinsi Nakhon Pathom, Bangkok, Kamis (22/5). Sebanyak 29 negara telah mengeluarkan 'travel warning' ke negara tersebut.
Foto: REUTERS/Chaiwat Subprasom
Seorang tentara terlihat berjaga-jaga di dekat 'checkpoint' kelompok pendukung pemerintahThailand di provinsi Nakhon Pathom, Bangkok, Kamis (22/5). Sebanyak 29 negara telah mengeluarkan 'travel warning' ke negara tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Panglima militer Thailand Jenderal Prayuth Chan-ocha mengambil alih pemerintahan dalam sebuah kudeta, Kamis (22/5). Dia mengatakan militer harus memulihkan ketertiban dan mendorong reformasi.

Kudeta tersebut dilakukan dua hari setelah pemberlakukan darurat militer. Pernyataan Prayuth disiarkan dalam siaran televisi setelah ia mengadakan pertemuan dengan seluruh pihak terkait.

''Agar situasi kembali normal dengan cepat dan agar masyarakat berada dalam situasi damai, mereformasi struktur politik, ekonomi dan sosial, militer perlu mengambil alih kekuasaan,'' ujar Prayuth, seperti dilansir Reuters, Kamis malam.

Sebelum pengumuman itu, pemimpin kelompok antipemerintah Suthep Thaugsuban telah ditahan. Setelah kudeta diumumkan, seorang pejabat tinggi militer mengatakan tentara akan ditarik dari lokasi protes.

Selasa pekan ini, militer mengumumkan keadaan darurat militer untuk mencegah meluasnya kekerasan yang berlangsung setelah protes selama enam bulan. Namun, saat itu militer membantah akan melakukan kudeta.

Pembicaraan pertama untuk menyelesaikan krisis berakhir tanpa kesepakatan, Rabu. Militer membiarkan para pengunjung rasa pendukung dan antipemerintah melakukan unjuk rasa. Namun, mereka dilarang bergerak untuk mencegah bentrokan.

Pembicaraan tahap kedua dilakukan Kamis. Pertemuan yang dilakukan di markas tentara di Bangkok itu dihadiri pemimpin partai berkuasa Partai Puea Thai dan Partai Demokrat, pemimpin senat dan lima anggota Komisi Pemilihan Umum.

Sebelum pembicaraan Perdana Menteri Niwatthamrong Boonsongphaisan mengatakan pemerintahannya tidak mungkin mundur karena bertentangan dengan konstitusi. Belum ada pejabat pemerintah yang menanggapi soal kudeta tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement