Kamis 07 May 2015 14:45 WIB

Demi Giginya, Ribuan Lumba-Lumba Diburu di Kepulauan Solomon

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Ani Nursalikah
Perburuan lumba-lumba di Kepulauan Solomon
Foto: Oregon State University
Perburuan lumba-lumba di Kepulauan Solomon

REPUBLIKA.CO.ID, SOLOMON -- Penduduk Desa Fanalei di Kepulauan Solomon membunuh setidaknya 1.600 ekor lumba-lumba sepanjang 1976-2013 untuk giginya.

Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan di jurnal Royal Society Open Science, gigi lumba-lumba digunakan sebagai bahan baku pembuatan mata uang lokal dan juga perhiasan populer.

Berbagai upaya dilakukan untuk menghentikan praktik tersebut. Akan tetapi, harga lokal gigi lumba-lumba di Kepulauan Solomon tetap saja naik, dari 18 sen per gigi pada 2004 menjadi 90 sen per gigi pada 2013.

"Banyak lumba-lumba yang dibunuh karena nilai giginya yang komersial. Kita harus memantau dan menilai kelimpahan tren berburu di masyarakat ini," tulis tim peneliti, dilansir dari Guardian, Kamis (7/5).

Kepulauan Solomon, terutama Pulau Malaita dimana Desa Fanalei berada memiliki sejarah panjang tentang praktik berburu lumba-lumba. Pemburu biasanya berkelompok mengendarai 20-30 perahu kano.

Di Kepulauan Solomon, gigi lumba-lumba juga digunakan sebagai mahar untuk pengantin. Dagingnya dijual ke desa-desa sekitarnya untuk dikonsumsi.

Sekitar abad ke-19, praktik berburu lumba-lumba ini sempat terhenti. Namun kembali hidup pada 1948. Pertengahan 1960-an, ribuan ekor lumba-lumba dibunuh setiap tahun. Dalam beberapa tahun terakhir, penduduk desa juga menangkap lumba-lumba hidup untuk diekspor ke taman hiburan laut.

Pada 2010, kelompok konservasi yang berbasis di Amerika Serikat, Earth Island Institute mencapai kesepakatan dengan Komunis Fanalei untuk menghentikan perburuan. Sebagai gantinya membayar mereka dengan uang tunai.

Tapi, pada 2013 perburuan dilanjutkan sebab masyarakat desa mengklaim lembaga tersebut gagal memenuhi janjinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement