Rabu 20 May 2015 18:02 WIB
Pengungsi Rohingya

AS Kecam Myanmar tak Becus Tangani Pengungsi Rohingya

Rep: c14/ Red: Esthi Maharani
Imigran suku Rohingya dari Myanmar berada di perhu mereka yang terdampar di perairan Desa Simpang Tiga, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Aceh, Rabu (20/5).
Foto: Antara/Syifa
Imigran suku Rohingya dari Myanmar berada di perhu mereka yang terdampar di perairan Desa Simpang Tiga, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Aceh, Rabu (20/5).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengeluarkan kecaman terhadap pemerintah Myanmar. Negara tersebut dinilai gagal mengatasi akar krisis yang mendera etnis Rohingya selama bertahun-tahun.

Washington menyebut, kemalangan etnis Rohingya diakibatkan oleh penolakan pemerintah Myanmar untuk mengakui minoritas Muslim tersebut sebagai warga negara.

"Apa yang perlu diubah ialah, bahwa Rohingya harus diayomi di tanah kelahirannya sendiri, di wilayah tempat para orang tuanya, kakek-neneknya, lahir," ucap asisten sekretaris Departemen Luar Negeri AS untuk urusan demokrasi, hak asasi manusia, dan buruh, Tom Malinowski kepada CNN, Rabu (20/5).

"Mereka (etnis Rohingya) harus diperlakukan layaknya warga negara dengan harga diri dan hak-hak asasinya," sambung Tom.

Di bawah otoritas Myanmar, etnis Rohingya mengalami diskriminasi yang sangat berat, terutama dari kalangan Buddha ekstrem. Etnis Rohingya lantas dicap sebagai penyusup dari negara tetangga, Bangladesh. Padahal, sebut Tom, sudah jelas dan banyak bukti yang menegaskan, etnis Rohingya sudah tinggal di wilayah Myanmar sejak berpuluh-puluh generasi ke belakang.

Pemerintah Myanmar sendiri enggan mengangkat isu pengungsi Rohingya. Bahkan, nama etnis Muslim tersebut sengaja dihapus dan diganti dengan sebutan Naypyidaw. Adapun istilah Naypyidaw, menurut Tom, cenderung bermuatan rasisme keras karena mencitrakan Rohingya sebagai bukan orang Myanmar alias orang Bangladesh.

Hal ini lantas diamini pihak pemerintah Myanmar.

"Kalau kami mengakui nama (Rohingya), lantas mereka akan berpikir, mereka merupakan warga negara Myanmar," kata Zaw Htay, direktur pada kantor Kepresidenan Myanmar, kepada CNN, Selasa (19/5).

"Dan Myanmar tidak bisa disalahkan terkait orang-orang yang kini di tengah laut itu," tambah Zaw.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement