REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menegaskan, utang pemerintah tetap aman meskipun nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Saat ini, kurs rupiah sudah menembus Rp 14 ribu per dolar AS.
"Dari sisi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), utang pemerintah tetap aman meskipun dolar terus menguat. Namun, kalau bicara perekonomian secara keseluruhan pasti mengganggu," kata Robert di kantor Kementerian Keuangan, Senin (25/8).
Robert mengakui, jumlah utang pemerintah berdenominasi dolar AS pasti akan meningkat jika dikonversikan ke dalam rupiah. Namun, depresiasi rupiah tidak akan menjadi beban APBN karena pemerintah memiliki pemasukan dalam bentuk dolar yang salah satunya melalui penerimaan dari minyak.
Atas alasan itu pula, kata Robert, pemerintah tidak melakukan hedging (lindung nilai) terhadap utang berdenominasi dolar AS. Robert mengatakan, akan jadi masalah apabila pemerintah memiliki utang dalam bentuk dolar tapi tidak memiliki penerimaan dalam bentuk dolar.
"Ibaratnya kita sudah natural hedging. Karena kita punya pemasukan dalam bentuk dolar AS," ujarnya.
Robert menambahkan, APBN tidak akan terbebani karena pemerintah sudah tidak lagi memberikan subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis premium. Lagipula, ujar dia, utang pemerintah dalam bentuk dolar tidak besar. Hanya 28 persen dari total utang pemerintah yang sekitar Rp 2.900 triliun.