Selasa 17 Nov 2015 05:26 WIB

Kambing Hitam Teror Paris, Jadi Ketakutan Para Pengungsi

Rep: c25/ Red: Damanhuri Zuhri
Pengungsi Suriah di kamp penampungan
Foto: albawaba
Pengungsi Suriah di kamp penampungan

REPUBLIKA.CO.ID, SONTRA -- Fade Kintar (24) seorang insinyur kimia Damaskus, berada di antara sekelompok pengungsi Suriah di Sontra, Jerman. Ia menyaksikan kengerian dari sejumlah serangan teroris di Paris lewat televisi.

"Ketika kita melihat yang ada di berita, semua serangan-serangan di sana, kami hanya merasa takut," kata Kintar, seperti dilansir Irin News, Senin (16/11).

Itu bukan ketakutan yang dirasakan oleh orang Eropa, yang bertanya-tanya apakah adegan serupa akan terjadi di kota mereka.

Itu adalah rasa takut yang muncul akibat kekhawatiran, dampak apa yang akan terjadi pada ratusan ribu pengungsi Suriah seperti mereka di Eropa.

Bahkan, sebelum ISIS mengklaim serangan teror di Paris, atau paspor Suriah ditemukan di dekat tubuh salah satu pelaku, Kintar mengaku sudah khawatir peristiwa itu akan mengurangi peluangnya untuk diterima masyarakat Sontra.

"Mereka sudah membenci kami, hanya karena kami orang asing. Kami pikir mereka akan menyerang kami. Kami hanya tinggal di rumah. Kami tidak pergi keluar terlalu sering," ujar Kintar.

Jika pengungsi Suriah di Eropa menjadi kambing hitam atas serangan di Paris, maka Aboud Dandachi, seorang blogger Suriah, dinilai akan menjadi salah satu target paling utama.

Pasalnya, Dandachi mengungkapkan kelompok militan ISIS sangat membenci kenyataan, jika Eropa dianggap sebagai tempat berlindung bagi para pengungsi yang melarikan diri.

"ISIS akan senang mengubah Eropa memusuhi pengungsi, sebenarnya itu adalah prioritas utama bagi mereka sekarang," ucap Kintar.

Dandachi menerangkan serangan itu pasti berdampak pada pengungsi di Eropa, termasuk pada keputusan untuk menutup atau membuka pintu bagi aliran para pencari suaka.

Ia menganggap negara-negara di Eropa pasti akan jauh lebih waspada untuk menerima pengungsi, tidak hanya dari Suriah, tapi dari mana saja di dunia. "Sebagai pengungsi, ini adalah mimpi terburuk kami. Ini adalah apa yang kita takut akan terjadi," kata Dandachi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement