REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Teror Paris yang menjadi Headline berita hingga media sosial selama beberapa hari telah menimbulkan kritik dari berbagai kalangan di Afrika. Beberapa elemen masyarakat di Afrika menilai adanya media bias terhadap teror di berbagai belahan dunia termasuk Afrika dengan Teror Paris.
Beberapa pihak membandingkan teror bom Beirut beberapa hari sebelum Teror Paris, teror yang terjadi di Somalia, teror al Shabaab di Kenya yang menewaskan 147 siswa pada April 2015. Dalam salah satu cuitan Editor @SomaliaNewsroom
"Paris digambarkan seperti "zona perang." Sekarang, bayangkan seolah terjadi ancaman teratur setiap hari. Anda akan tinggal di sana atau menjadi seorang #refugee? #empathy." cuit @SomaliaNewsroom dilansir dari The Guardian, Senin (16/11).
Reaksi terhadap Teror Paris yang dianggap bias juga diarahkan terhadap Facebook, atas sikap yang sama terhadap konflik penting lain di berbagai dunia. Seorang pengamat Media dan Blogger Kenya, Morris Kiruga bereaksi melalui akun twitternya, dukungan luar biasa untuk Paris yang tidak ada pada Kenya.
Aktivis Kemanusiaan Nairobi, Robert Alai mengatakan ketidakadilan media ini sangat mudah dirasakan. "Tidak hanya dirasakan oleh warga Kenya, tetapi di seluruh Suriah, Irak, Lebanon dan Nigeria di mana warga berurusan dengan kematian dan teror setiap hari," ujarnya.
Di Nigeria Utara tahun lalu hampir 7.000 orang tewas akibat peperangan antara kelompok bersenjata Boko Haram dan pemerintah. Hanya berbeda beberapa bulan pada Januari, ketika mata dunia tertuju ketika Paris, diserang akibat perilaku majalah satir Charlie Hebdo, yang menewaskan 12 orang. Namun berita itu sebagian besar diabaikan oleh media Barat.