Terdapat sekitar 1,8 juta pekerja asing, sebagian besar pria, yang merupakan 90 persen populasi di negara kecil di Teluk itu.
Banyak diantara mereka bekerja di proyek-proyek infrastruktur yang langsung ataupun tidak langsung terkait dengan penyelenggaraan Piala Dunia.
Usulan itu sudah menarik perhatian kelompok hak asasi manusia, yang segera memperingatkan kebijakan itu bisa mempengaruhi reputasi Qatar yang memburuk sejak terpilih menjadi tuan rumah kompetisi sepak bola terbesar itu.
"Ini seperti diskriminasi sembunyi-sembunyi. Ini pasti akan memberi efek buruk," kata Nicholas McGeehan, peneliti Human Rights Watch untuk wilayah Teluk.
McGeehan mengatakan ia tidak percaya dengan penjelasan usulan itu didorong oleh keprihatinan keluarga dan menimbulkan peluang pemisahan.
George, seorang tukang perbaikan pipa asal Ghana yang tinggal di Qatar dan memiliki istri serta anak di tanah airnya mengatakan pembatasan itu akan menimbulkan masalah besar.
"Ini berita buruk. Jumat adalah hari belanja saya. Kami diperlakukan seperti warga kelas dua di sini," katanya.