REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Perdana Menteri (PM) Turki Ahmet Davutoglu, Senin (28/12) menolak mengadakan pembicaraan dengan partai pro-Kurdi Partai Demokrasi Rakyat Kurdi (HDP) terkait konstitusi baru Turki karena pemimpinnya bersikap tidak sopan.
"Ini tidak tepat menerima mereka (HDP) sebagai negosiator setelah komentar mereka tidak sopan dan provokatif," kata Davutoglu pada konferensi pers sebelum bepergian ke Serbia seperti dikutip dari laman The Guardian, Selasa (29/12).
Davutoglu akan memulai negosiasi dengan partai-partai pekan ini setelah putusan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang didirikan oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kembali mendapatkan suara mayoritas di pemilu 1 November 2015.
Sebelumnya, Davutoglu pada Sabtu (26/12) membatalkan pertemuan yang direncanakan dengan HDP. Ia menuding petinggi HDP Selahattin Demirtas memanfaatkan kekerasan dan melakukan polarisasi negara.
Demirtas dituduH melakukan kunjungan ke Moskow, Rusia, hanya sebulan setelah Turki menembak jatuh pesawat perang Rusia November lalu yang menyebabkan krisis dalam hubungan mereka.
Pada Ahad (27/12), Kongres Masyarakat Demokratik (DTK), sebuah asosiasi organisasi politik Kurdi merilis sebuah pernyataan yang menyerukan pemerintahan independen di Turki.
‘’Perlawanan yang sah yang dilakukan oleh orang-orang kami melawan kebijakan yang melemahkan masalah Kurdi, pada dasarnya adalah permintaan dan perjuangan untuk pemerintahan lokal sendiri dan demokrasi lokal," kata butir 14 artikel deklarasi DTK.
Pasukan keamanan Turki saat ini memberlakukan jam malam beberapa kota yang didominasi Kurdi dalam upaya untuk membasmi pemberontak Partai Pekerja Kurdistan (PKK) dari pusat-pusat kota. Operasi menandai eskalasi baru dalam konflik selama tiga dekade dengan PKK setelah gencatan senjata dicabut pada bulan Juli 2015. Pemerintah menuduh HDP menjadi sayap politik PKK, meskipun partai ini keras menolak label tersebut.