Selasa 07 Jun 2016 13:00 WIB

Mengintip Pengalaman Ramadhan Keluarga Indonesia di Melbourne

Keluarga Ami-Red Hopman, warga asal Indonesia yang telah lama bermukim di Melbourne.
Foto:

Memang, bagi keluarga Muslim di Australia, apalagi di belahan selatan yang kini memasuki musim dingin, makan sahur tidak jarang sama saja dengan sarapan pagi di hari-hari biasa. Menunya, roti bakar dan susu sudah cukup bagi sebagian orang.

Untungnya, karena puasa kali ini bertepatan dengan musim dingin sehingga jangka waktu berpuasanya jauh lebih pendek, rata-rata hanya 11 jam. Bandingkan dengan puasa tahun ini di Paris yang lagi musim panas, dan bisa selama 18 jam!

Lalu bagaimana dengan suami Ami sendiri? "Dia pernah mencoba puasa tapi tidak tahan," ujar Ami. Apalagi, pekerjaan sang suami merupakan kerja fisik sehingga tantangannya semakin berat.

Namun selama bertahun-tahun pernikahan mereka, sang suami dengan penuh dukungan turut membantu anak-anak dan istrinya menjalankan ibadah puasa.

"Dia tahu istri dan anak-anaknya puasa, sehingga turut mendukung kami. Dia tahu kami harus pergi tarawih kalau malam dan harus makan sahur dini hari," katanya.

Bersama umat Islam lainnya, Ami dan kedua anaknya pun turut menjalankan shalat tarawih pertama Ramadhan tahun ini di Masjid Westall, masjid yang didirikan masyarakat Indonesia yang berada di kota ini.

Selama tinggal di Australia, Ami mengaku tidak mengalami masalah dalam menjalankan ibadah puasa. "Yang agak berat kalau puasanya pas lagi summer (musim panas) aja," ujar Ami.

Maklumlah, jika Ramadhan jatuh pada musim panas, orang bisa berpuasa selama 18 jam. Puasa saat summer seringkali berbukanya pada pukul setengah 10 malam dan sudah harus imsak pada pukul setengah 3 pagi.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/wisata-nad-budaya/ramadan-keluarga-ami-red-hopman/7480714
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement