Kamis 23 Jun 2016 08:30 WIB

Pengungsi di Lebanon Terjerat Kemiskinan

  Badai salju menerpa tenda para pengungsi asal Suriah di desa Deir Zannoun, lembah Bekaa, Lebanon, Rabu (7/1). (AP/Hussein Malla)
Badai salju menerpa tenda para pengungsi asal Suriah di desa Deir Zannoun, lembah Bekaa, Lebanon, Rabu (7/1). (AP/Hussein Malla)

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Menurut data statistik badan bantuan internasional, Lebanon berada pada urutan pertama di dunia berkaitan dengan rasio pengungsi dibandingkan dengan warga pribuminya.

Lebanon menampung lebih dari 1,5 juta pengungsi Suriah, 550 ribu pengungsi Palestina, 20 ribu pengungsi Sudan dan Irak, sedangkan penduduk pribuminya tak lebih dari empat juta. Sejak perlawanan terhadap Pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad pada Maret 2011, ribuan pengungsi menyelamatkan diri dari negara yang dicabik perang tersebut dan menetap di berbagai wilayah Lebanon.

Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) memberi mereka bantuan yang diperlukan. Namun, Kementerian Urusan Sosial Lebanon mengeluarkan data statistik yang memperlihatkan bantuan yang diberikan masyarakat internasional buat pengungsi Suriah tak lebih dari 20 persen. Menurut UNHCR, Lebanon memerlukan 2,1 miliar dolar AS untuk menangani pengungsi.

Sementara itu, sumber daya di Lebanon menyusut terutama di sektor layanan, serta bidang pendidikan, kesehatan dan lingkungan hidup.

Pada Hari Pengungsi Dunia, yang jatuh pada 20 Juni setiap tahun, Imad Abou-Ali, Koordinator Organisasi Bantuan Internasional dan pengungsi Suriah di Kamp Saghbine di Bekaa Barat, mengeritik penjatahan bantuan buat pengungsi sebab 70 persen pengungsi hidup di bawah garis kemiskinan, dengan upah tiga dolar per hari.

Ia mengatakan peraturan hak asasi anak dilanggar setiap hari, saat keluarga Suriah dan anak mereka bekerja di sektor usaha swasta demi upah harian antara tiga dan lima dolar AS.

Sementara itu, kondisi berat kehidupan pengungsi Suriah di Lebanon, selain kekurangan lapangan kerja, memaksa banyak perempuan pengungsi menjadi wanita tuna susila agar bisa memenuhi kebutuhan harian mereka.

Pengungsi Suriah yang berusia 35 tahun, S CH, misalnya, memberitahu Xinhua ia kehilangan suaminya dalam perang dan terjerumus ke dalam pelacuran di satu klub malam agar ia bisa memberi makan empat anaknya.

"Satu malam, petugas dinas keamanan Lebanon menangkap saya bersama 12 lagi perempuan Suriah karena melakukan pekerjaan tuna susila," katanya. "Setelah saya dibebaskan dari penjara, saya menjual diri lagi, dan kebanyakan jaringan pelacuran mempekerjakan perempuan Suriah."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement