Erdogan mengirimkan pesan: Turki tidak seperti Mesir, di mana tentara merebut kekuasaan pada tahun 2013. Dua hari kemudian, juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki memperkuat pesan Presiden Erdogan.
"Itu wajar bagi mereka yang mendapatkan kekuatan melalui kudeta untuk menahan diri dari mencela upaya kudeta di Turki, yang dimaksudkan untuk menggulingkan presiden dan pemerintah, yang didapat melalui pemilu yang demokratis," katanya, dikutip dari Haaretz.
Tidak seperti Raja Salman yang merangkul Turki sebagai bagian dari koalisi Suni untuk mencegah pengaruh Iran di wilayah Timur Tengah, Presiden Sisi tidak akan menangisi kepergian Erdogan kalau kudeta itu berhasil.
Perdana Menteri Turki Binali Yildirim mengatakan sebelum kudeta bahwa tidak ada alasan bagi hubungan kedua negara tetap bermusuhan. Turki tetap ingin menjaga hubungan baik dengan Mesir, melanjutkan rekonsiliasi dengan Israel maupun dengan Rusia yang sempat memburuk, serta dengan Iran.
Uni Eropa bergegas memperingatkan Pemerintah Turki agar tidak menghidupkan kembali hukuman mati, yang dihapuskan pada tahun 2004 sebagai bagian dari upaya untuk bergabung dengan Uni Eropa. Peluang hukuman mati dihidupkan lagi sangat besar untuk digunakan menghukum para pelaku kudeta yang gagal.