REPUBLIKA.CO.ID, ALEPPO -- Media pemerintah Suriah mengatakan, puluhan keluarga serta beberapa oposisi sudah mulai menggunakan 'koridor kemanusiaan' yang baru dibuka.
Mereka menggunakan rute untuk meninggalkan wilayah yang dikuasi pemberontak dari Aleppo.
Media pemerintah pada Sabtu menyiarkan gambar yang menunjukkan warga sipil, kebanyakan perempuan dan anak-anak naik bus meninggalkan Aleppo timur. Menurut kantor berita SANA sejumlah perempuan di atas usia 40 tahun, selain puluhan keluarga telah pergi dan dibawa ke tempat penampungan.
Laporan, bagaimanapun kemudian dibantah oleh sumber-sumber di Aleppo yang mengatakan kepada Aljazirah bahwa koridor belum dibuka. Bahkan, di beberapa daerah ada pertempuran yang masih berlangsung.
Diperkirakan, 320 ribu orang berada di bawah pengepungan pemerintah di Aleppo. Mereka kekurangan makanan dan obat-obatan yang parah.
SANA juga mengatakan pada Sabtu, orang-orang bersenjata dari wilayah timur Aleppo berbalik kepada tentara militer di distrik Salaheddin. Namun tidak dinyatakan berapa jumlah atau rincian lebih lanjut.
Televisi pemerintah Suriah menunjukkan video dari beberapa pemberontak memasuki wilayah pemerintah. Mereka mengangkat senjata mereka tinggi-tinggi, beberapa dengan syal melilit wajah mereka.
Observatorium Suriah untuk HAM yang berbasis di Inggris juga melaporkan bahwa sejumlah warga spil teleh menyeberang ke wilayah pemerintah.
Koridor Keamanan
Setelah salah satu pusat perekonomian Suriah, Aleppo dilanda perang yang dimulai Maret 2011 dengan protes anti pemerintah. Kota tersebut terbagi antara kontrol pemerintah di wilayah barat dan kontrol pemberontak di timur sejak pertengahan 2012.
Wilayah timur telah berada di bawah pengepungan total selama beberapa pekan, dengan dukungan pasukan pemerintah Rusia yang melingkari kota dan merebut rute pasokan yang ada.
Pada Kamis, Rusia dan pemerintah Suriah mengumumkan sebuah rencana bersama untuk membuka tiga koridor. Koridor tersebut akan memberikan warga sipil Aleppo jalan keluar dari daerah pengepungan.
"Saya ingin pergi, tetapi tidak ke daerah yang dikuasai pemerintah," kata Abu Mohamed (50 tahun), seorang ayah empat anak yang tinggal di distrik Al-Shaar.
Ia mengaku sangat takut pemerintah akan mengambil anaknya yang berusia 17 tahun dan memaksanya mendaftar untuk layanan militer. Ia tidak ingin anaknya berada di garis depan perang.
Warga Aleppo lainnya menyebut rute yang diusulkan sebagai 'koridor kematian'.
"Rezim Iran dan Rusia harus berhenti melakukan serangan udara jika mereka memiliki sedikit kprihatinan bagi umat manusia," kata seorang warga.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyuarakan dukungan sementara untuk koridor kemanusiaan, namun utusan PBB untuk Suriah Staffan de Mistura mendesak agar badan ini diizinkan mengambil alih rute.
Pada Sabtu (30/7), pesawat perang terus memukul posisi oposisi. Observatorium melaporkan, serangan udara terjadi pada dua wilayah yang dikuasai pemberontak di pinggiran Aleppo.
Oposisi Suriah telah menolak inisiatif koridor kemanusiaan sebagai taktik dan bagian dari upaya pemerintah untuk merebut kembali semua kota Aleppo.
"Jelas koridor ini tidak untuk memasukkan bantuan, tapi membuat orang-orang pergi," ujar Komite Tinggi Negosiasi Oposisi Basma Kodmani.
"Pesan brutal kepada orang-orang kami adalah: 'pergi atau kelaparan'," tambahnya.
Sebanyak lebih dari 280 ribu orang telah tewas dalam perang Suriah yang meletus lima tahun lalu. Perang tersebut kian parah dengan adanya campur tangan dari berbagai negara seperti Iran, Rusia, dan koalisi pimpinan Amerika Serikat.