Selasa 01 Nov 2016 13:14 WIB

Polisi Cegah Radikalisasi di Yunani

Rep: Marniati/ Red: Agus Yulianto
Migran melempar kembali gas air mata saat bentrok dengan polisi di kamp pengungsi di perbatasan Yunani-Makedonia dekat Desa Idomeni, Yunani, Jumat, 13 April 2016.
Foto: Reuters/Stoyan Nenov
Migran melempar kembali gas air mata saat bentrok dengan polisi di kamp pengungsi di perbatasan Yunani-Makedonia dekat Desa Idomeni, Yunani, Jumat, 13 April 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, ATHENA -- Polisi Yunani atau yang lebih dikenal dengan sebutan Polisi Hellenic (ELAS) berencana untuk melakukan langkah pencegahan dan penanganan fenomena radikalisiasi Muslim di Yunani. Pihak kepolisian juga bekerja sama dengan otoritas yang bersangkutan.

Dilansir dari greekreporter.com (31/10), polisi Yunani telah mengidentifikasi kelompok Islam radikal yang terintegrasi dengan ISIS dalam ribuan migran yang mendarat di Yunani. ELAS baru-baru ini berhasil menangkap dua pelaku tindakan radikalisme di Thessaloniki dan Orestiada. Salah satunya adalah warga negara Prancis yang berada di daftar tersangka kekuatan Kontra Prancis di Bataclan klub, Paris. Dan satu tersangka lainnya adalah warga negara Jerman yang dituduh sebagai pelaku pembunuhan terhadap seorang polisi di Hanover.

Pada penangkapan tersebut, polisi Yunani telah memulai program pelatihan polisi, sipir penjara dan penjaga, petugas bea cukai dan imigrasi untuk memahami fenomena dan menemukan unsur-unsur teroris dalam komunitas Muslim di Yunani ataupun di antara para migran yang terdampar. ELAS memiliki 62 pelatih yang telah melatih 130 pejabat pemerintah dari otoritas terkait di Athena, Thessaloniki, Lesvos, Chania, dan Alexandroupolis.

Salah satu metode yang paling efektif untuk mengidentifikasi tindakan radikalisasi atau terorisme yaitu dengan memantau penggunaan internet dari tersangka yang mencoba untuk merekrut anggota ISIS.

Program polisi terhadap radikalisasi menempatkan penekanan khusus pada penjara Yunani. Penjara dinilai sebagai  lahan subur untuk pengembangan paham radikalisme tersebut. Tahanan dianggap lebih rentan terhadap ajaran radikal dan bisa menjadi berbahaya baik di dalam penjara ataupun setelah mereka bebas.

Untuk itu, pihak kepolisian berencana untuk memasukan program de-radikalisasi di penjara untuk jangka panjang. Dengan adanya program ini maka diharapkan dapat menghilangkan ideologi ekstremis dan membantu migran Muslim berintegrasi dengan masyarakat Yunani.

Saat ini, lima persen Muslim ditahan di penjara Yunani berasal dari negara  Suriah, Aljazair, Irak, Maroko dan Libya. Negara-negara tersebut dinilai sebagai tempat tumbuhnya paham radikalisme tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement