Senin 09 Jan 2017 10:48 WIB

Kisah Pengusaha Kaya yang Datangkan 200 Pengungsi ke Kanada

Direktur perusahaan perkakas rumah di Kanada, Jim Estill, yang datangkan 200 pengungsi asal Suriah.
Foto: Canadian Press
Direktur perusahaan perkakas rumah di Kanada, Jim Estill, yang datangkan 200 pengungsi asal Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, OTTAWA -- Jim Estill tambah frustrasi. Selama musim panas 2015, pengusaha kaya dari Kota Guelph di barat daya Ontario itu menyaksikan krisis pengungsi Suriah di seberang dunia sana, malam demi malam di acara berita petang.

"Saya berpikir orang-orang tidak melakukan hal cukup dengan cepat," katanya, dikutip dari BBC, Senin (9/1).

Jadi Estill, seorang direktur perusahaan perkakas rumah tangga Danby, menyusun sebuah rencana.

Dia menggunakan dana pribadinya sebesar 1,1 juta dolar AS untuk membawa lebih dari 50 keluarga pengungsi ke Kanada. Dia juga mengoordinasikan upaya komunitas besar-besaran untuk membantu keluarga pengungsi memulai hidup baru.

Tindakannya itu merupakan proyek sukarela, tapi diatur layaknya sebuah bisnis. Direktur relawan memimpin sejumlah tim, masing-masing bertanggung jawab terhadap aspek yang berbeda dalam menangani pengungsi.

Kanada mengizinkan warga, bersama dengan kelompok sponsor yang diotorisasi, mensponsori pengungsi secara langsung dengan menyediakan kebutuhan dasar bagi pengungsi, seperti makanan, pakaian, rumah dan program integrasi ke masyarakat Kanada.

Namun, Estill ingin membuat dampak yang besar dengan cepat.

"Saya tahu bagaimana menghitung skala," katanya yang pernah bekerja sebagai direktur di Research in Motion, yang terkenal karena memproduksi ponsel Blackberry.

Estill akan menjadi penyandang dana, tapi dia memerlukan mitra. Jadi, dia mengumpulkan 10 organisasi keagamaan yang berbeda yang siap membantu.

Sara Sayyed ingat malam ketika suaminya, presiden Muslim Society of Guelph, pulang dari pertemuan dan menceritakannya soal rencana Estill. "Ayo kita terlibat dengan ini," katanya saat itu.

Pada November 2015, harian lokal menerbitkan artikel mengenai rencana itu. Artikel itu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan disebar ke Timur Tengah.

"Orang-orang mulai mengirim e-mail kepada kami langsung dari Turki, Lebanon dan Suria. Mereka mengatakan bisakah kami menolong mereka," kata Sayyed.

Ruang makan Sayyed menghilang di bawah tumpukan pengajuan bantuan. Sebanyak 58 keluarga akhirnya terpilih. Tapi itu baru tantangan pertama.

Butuh waktu lama bagi pemerintah memproses para pengungsi sehingga menghabiskan banyak uang. Belum lagi sulitnya menemukan tempat tinggal. Banyak donasi yang habis hanya untuk menyewa gudang sebagai penampungan.

"Saya sangat terkejut pemerintah Kanada butuh waktu lama untuk mengizinkan orang-orang ini masuk. Hal ini menghabiskan banyak uang kami," katanya.

Pada Desember 2016, 47 dari 58 keluarga tiba di Guelph. Estill menyadari banyak pendatang baru kesulitan mencari pekerjaan karena kurangnya pengalaman atau tidak bisa berbahasa Inggris.

Dia lantas meluncurkan program agar pengungsi Suriah bisa bekerja di Danby dan program belajar bahasa Inggris. Dia juga membantu pengungsi lain mendirikan usaha.

"Saya tidak ingin membawa orang masuk dan justru membuat mereka kesusahan. Jika itu terjadi, saya gagal," katanya.

Sayyed mengatakan, Estill bukan tipikal bos pemilik perusahaan besar. "Anda berpikir, seorang direktur perusahaan berdasarkan penggambaran di TV dan lainnya kan? Dia adalah orang paling rendah hati yang berpakaian jins biasa dan kemeja, dia mengemudi mobil tua, tidak ada yang mewah dari dirinya," kata Sayyed.

Dia melihat tidak ada alasan orang lain tidak bisa mengikuti jejak Estill.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement