Selasa 31 Jan 2017 18:25 WIB

Jerman Kecam AS Larang Masuk Tujuh Warga Negara Muslim

Aksi ekspatriat memprotes kebijakan presiden Trump atas larangan sementara terhadap tujuh negara mayoritas Muslim ke AS.
Foto: AP
Aksi ekspatriat memprotes kebijakan presiden Trump atas larangan sementara terhadap tujuh negara mayoritas Muslim ke AS.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Kanselir Jerman Angela Merkel pada Senin (30/1) mengecam keputusan AS untuk melarang-masuk warga negara dari tujuh negara dengan mayoritas warga adalah Muslim sebagai tindakan bias anti-Muslim.

Upaya anti-terorisme tak boleh membenarkan kecurigaan umum terhadap satu kelompok orang tertentu, kata Merkel dalam satu taklimat sebelum pembicaraannya dengan Presiden Ukraina Petro Poroshenko, yang sedang berkunjung ke Jerman.

"Perang mendasar dan juga tegas melawan terorisme sama sekali tak boleh membenarkan kecurigaan umum terhadap orang dari kepercayaan tertentu, dalam hal ini orang Muslim atau orang dengan latar belakang tertentu," kata wanita kanselir itu.

"Pendekatan ini, menurut pendapat saya, bertolak-belakang dengan prinsip dasar bantuan internasional buat pengungsi dan kerja sama internasional," kata Kanselir Jerman tersebut.

Merkel mengatakan Pemerintah Jerman akan berbuat sekuat mungkin untuk mengetahui bagaimana orang dengan dua kewarganegaraan Jerman dan tujuh negara yang terdaftar akan terpengaruh secara hukum akibat larangan perjalanan itu.

"Kami dengan jelas mengadakan konsultasi erat dengan mitra Eropa kami mengenai seluruh masalah ini," ia menambahkan, sebagaimana dikutip Xinhua, Selasa (31/1).

Berdasarkan perintah eksekutif yang ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump pada Jumat (27/1), pengungsi dari seluruh dunia akan ditangguhkan untuk memasuki Amerika Serikat selama 120 hari sementara semua migran dari apa yang disebut "negara dengan keprihatinan terorisme" akan ditangguhkan selama 90 hari.

Negara yang termasuk di dalam larangan itu adalah Irak, Suriah, Iran, Sudan, Libya, Somalia dan Yaman. Semua warga dari ketujuh negara tersebut berjumlah lebih dari 130 juta. Larangan tersebut menyulut kekacauan di seluruh bandar udara internasional AS dan protes yang berlanjut di seluruh dunia selama beberapa hari belakangan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement