Rabu 08 Feb 2017 16:31 WIB

Cerita Omar dan Shebal yang Lolos dari Penjara Saydnaya

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ani Nursalikah
Penjara Saydnaya di Suriah.
Foto: ABC
Penjara Saydnaya di Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Seorang pria bernama Omar al-Shogre (21 tahun) menceritakan kisahnya saat ditahan di penjara Saydnaya, Suriah. Beberapa waktu lalu, Amnesty International mengeluarkan laporan 13 orang digantung sejak 2011 hingga 2015 di penjara tersebut.

Laporan ini menjadi serangan terbaru pada pemerintah Suriah, Bashar al-Assad. Amnesty mengatakan Assad telah melakukan pelanggaran HAM besar-besaran di penjara Saydnaya. Pada Rabu (8/2), pemerintah Assad menyangkal laporan dan menyebutnya kebohongan besar.

Kisah yang diceritakan Shogre memiliki tingkat penderitaan yang tinggi sekali. Dilansir CNN dan Aljazirah, Shogre mengawali kisahnya mulai November 2012 saat ia ditangkap. Ia dipenjara karena dituduh memiliki rudal anti-pesawat.

Shebal Ibrahim (39) ditangkap pada September 2011. Ia awalnya ditahan di penjara kepolisian cabang al-Qaboun. Ia kemudian ditransfer ke Saydnaya. Selama di penjara, tingkat penyiksaan hampir sama dilakukan pada setiap tahanan.

Mereka dipukuli, dicambuk, hingga diperkosa. Kadang mereka dipukul dengan kayu, besi, alat kejut listrik hingga sabuk dari bahan berat. Kekerasan ini terjadi hampir setiap hari. Kadang makanan harus bercampur darah karena dimakan setelah dipukuli.

Baca: Penyiksaan Hingga Pembunuhan di Penjara Militer Suriah

Al-Shogre mengatakan tidak jarang mereka harus minum air dari toilet. Ibrahim mengatakan penyiksaan itu kadang dilakukan individu kadang berkelompok. "Kegiatan rutin harian adalah disiksa," kata dia.

Dia mengatakan awalnya dia ditempatkan di sebuah sel berukuran 2 x 2,5 meter bersama 11 tahanan lain. Suatu hari, petugas penjara memutus pasokan air hingga membuat mereka berhalusinasi karena dehidrasi.

Keesokan harinya, mereka mulai meminum urine sendiri. Hari berikutnya orang-orang tewas karena kekurangan air.

Ibrahim mengatakan dia berbagi sel 1 x 2 meter dengan tujuh orang. Dia ingat suhu selnya yang membekukan.

Dia juga ingat berbagi sepotong roti dan segenggam buah zaitun dengan tahanan lain. Ibrahim juga terpaksa meminum air dari toilet karena pasokan air dihentikan.

Al-Shogre mengatakan kematian di sana tetap mengerikan tapi menjadi pemandangan sehari-hari. Ibrahim dan Al-Shogre mengaku beruntung akhirnya tidak berakhir di tiang gantungan atau stik besi alat pukul.

Al-Shogre akhirnya bisa keluar dari penjara setelah keluarganya memberikan tebusan. Kini ia tinggal di Eropa, memulai hidup baru. Sementara Ibrahim dibebaskan karena putusan pengadilan. Ia mengaku tidak pernah mengerti kenapa ia bisa ditahan dan dibebaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement