REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Anggota Senat AS dari Partai Demokrat kembali mendesak Komite Keuangan Senat (Senate Finance Committee) meninjau dan mengungkap pajak Presiden Donald Trump. Trump telah menyalahi preseden dengan menolak merilis dokumen pajaknya, selama berada di bawah pemeriksaan federal.
Partai Demokrat dan kritikus lainnya berpendapat, dokumen pajak itu bisa menunjukkan apakah kerajaan bisnis Trump telah menimbulkan konflik kepentingan selama Trump menjabat sebagai presiden. Mereka juga memastikan bisnis Trump tidak mempengaruhi kebijakan terkait reformasi pajak hingga hubungan luar negeri.
Dalam surat tertanggal Rabu (1/3), tujuh anggota Partai Demokrat di Senate Finance Committee mendesak ketua panel dari Partai Republik, Orrin Hatch meminta dokumen pajak Trump dari Departemen Keuangan AS. Dengan demikian, anggota parlemen dapat meninjau dokumen itu secara tertutup dan menentukan apakah dokumen bisa dirilis ke publik.
Partai Demokrat di Parlemen mengatakan berencana mengajukan permintaan serupa pada Kamis (2/3), untuk Hatch dan Ketua House Ways and Means Committe, Kevin Brady. Permintaan akan diajukan melalui surat yang telah ditandatangani oleh 140 anggota parlemen, termasuk Mark Sanford dari South Carolina dan Walter Jones dari North Carolina.
Menanggapi desakan Senat, dalam surat gabungan, Hatch dan Brady, mengatakan permintaan Partai Demokrat dapat memicu penyalahgunaan wewenang hukum komite pajak.
Senator Republik Susan Collins dari Maine mengatakan, dia bisa mendorong panggilan pengadilan terkait pajak Trump. Hal itu dilakukan sebagai bagian dari penyelidikan Senate Intelligence Committee atas kasus dugaan campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden 2016.
Politico melaporkan, Senator Republik Lindsey Graham dari Carolina Selatan mengatakan ia ingin calon presiden diwajibkan oleh hukum untuk merilis pengembalian pajak mereka mulai 2020.
"SPT adalah etika terendah yang bisa Anda lakukan sebagai calon presiden atau wakil presiden," kata Senator Demokrat, Ron Wyden dari Oregon.