Sabtu 10 Jun 2017 15:14 WIB

Krisis Diplomatik Qatar Diprediksi tak Berujung Perang Fisik

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nur Aini
Kota Doha, Qatar
Foto: pixabay
Kota Doha, Qatar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Timur Tengah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hamdan Basyar menilai krisis diplomatik yang terjadi Timur Tengah, khususnya yang menimpa Qatar, tidak akan berujung pada perang fisik.

"Karena berbagai kalangan akan mencegah itu," kata dia dalam diskusi soal krisis diplomatik terhadap Qatar, di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (10/6). Bagi negara-negara Teluk, kata Hamdan, jika perang fisik itu terjadi maka akan merugikan mereka sendiri.

Sebab itulah, muncul permintaan dari negara-negara Teluk agar Qatar memperlambat reformasi di internal pemerintahannnya sehingga tidak melampaui negara-negara yang lebih tua darinya misalnya Arab Saudi. "Cara bergeraknya Qatar terlalu cepat sehingga diminta mengerem," ujar dia.

Namun, permintaan untuk memperlambat reformasi tentu sulit dituruti Qatar. Sebab, menurut Hamdan, ini dipengaruhi cara berdirinya Qatar sebagai negara. Cara berdirinya Qatar sejak awal memang berbeda dengan negara-negara Teluk yang lain. Salah satu contohnya, Qatar menjelang kemerdekaan pada 1971, menggunakan kelompok Wahabi untuk menyelamatkan diri agar wilayahnya tidak direnggut oleh Arab Saudi. "Dengan cara berdiri seperti itu dianggap ancaman. Misalnya dengan mengambil Wahabi itu sebagai bagian dari penyelamatan Qatar dari "serangan" atau pencaplokan Arab Saudi ketika baru berdiri," ujarnya.

sumber : Center
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement