Selasa 20 Jun 2017 08:29 WIB

Sepekan Pulang dari Korea Utara, Otto Warmbier Meninggal

Mahasiswa asal Amerika Serikat, Otto Wambier, ketika hendak menjalani persidangan di Pyongyang, Korea Utara, 16 Maret 2016.
Foto: AP/Jon Chol Jin
Mahasiswa asal Amerika Serikat, Otto Wambier, ketika hendak menjalani persidangan di Pyongyang, Korea Utara, 16 Maret 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, OHIO -- Mahasiswa Amerika Serikat, yang dibebaskan pekan lalu setelah ditahan selama lebih dari 15 bulan di Korea Utara, telah meninggal. Otto Warmbier (22 tahun) pulang ke AS pada Selasa (13/6) pekan lalu namun ternyata berada dalam koma selama setahun.

"Sangat menyedihkan bagi kami mengabarkan bahwa anak kami, Otto Warmbier, telah menyelesaikan perjalanan pulang. Dikelilingi oleh keluarga tercintanya, Otto meninggal dunia pukul 2:20 malam," sebuah pernyataan dari keluarga Warmbier, dilansir dari BBC, Selasa (20/6).

Korea Utara menyatakan Warmbier berada dalam kondisi koma karena botulisme. Botulisme, yaitu penyakit langka yang disebabkan oleh racun, diproduksi oleh bakteri Clostridium botulinum. Namun, tim dokter Amerika Serikat yang memeriksa Warmbier membantah pernyataan ini. 

Pengadilan Korea Utara menghukum Warmbier 15 tahun bekerja paksa karena mencuri spanduk propaganda dari sebuah hotel. Setelah 15 bulan di penjara Korea Utara, dia menderita kerusakan otak. 

Dia dievakuasi dari Korea Utara ke sebuah rumah sakit di kampung halamannya, Cincinnati, Ohio, pekan lalu. Tidak diketahui bagaimana dia jatuh sakit. 

Keluarga Warmbier menyalahkan kematian itu disebabkan penyiksaan yang diterima anaknya di Korea Utara. Warmbier tidak bisa berbicara, melihat, dan bereaksi terhadap perintah verbal. 

"Perlakuan buruk yang menyiksa anak kami diterima di tangan orang-orang Korea Utara memastikan bahwa tidak ada hasil lain yang mungkin terjadi, selain momen menyedihkan yang kami alami saat ini," sebut keluarga dalam pernyataan itu. 

Orang tua Warmbier mengetahui situasi medis anaknya beberapa hari menjelang pembebasannya. Sesaat sebelum dibebaskan, orang tua Warmbier mengatakan kepada surat kabar Washington Post bahwa mereka diberitahu otoritas Korea Utara mengenai kondisi anak mereka yang menderita botulisme.

Warmbier diserang penyakit langka yang menyebabkan kelumpuhan itu tidak lama setelah persidangan pada Maret 2016. Washington Post menyebutkan dia diberi obat tidur dan koma sejak saat itu. 

Tapi, tim dokter yang memeriksa Warmbier di Cincinnati mengatakan mereka tidak menemukan tanda botulisme pada mahasiswa itu. "Kondisi neurologisnya bisa digambarkan sebagai keadaan terjaga yang tidak responsif," kata Dr Daniel Kanter.

Tim dokter juga mengonfirmasi berdasarkan hasil scan, tidak ada tanda fisik bahwa Warmbier telah mengalami penyiksaan selama masa hukumannya. Mereka yakin kondisi Warmbier karena kegagalan pernapasan sehingga menyebabkan otak kekurangan oksigen dan darah. 

Warmbier merupakan mahasiswa jurusan ekonomi di Universitas Virginia. Dia sedang bepergian ke Korea Utara sebagai turis ketika ditangkap pada 2 Januari 2016. Dia tampak emosional pada sebuah konferensi pers sebulan kemudian. 

Kala itu, dengan penuh air mata, dia mengaku telah mencoba untuk mencuri spanduk proganda sebagai "piala" untuk sebuah gereja AS. 

"Tujuan dari tindakan saya adalah untuk menyakiti motivasi dan etika kerja orang Korea Utara," kata dia. 

Korea Utara menghukumnya 15 tahun kerja paksa namun memutuskan membebaskan dia setelah lebih dari 15 bulan. Korea Utara mengatakan pembebasan Warmbier dengan alasan kemanusiaan. 

sumber : BBC
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement