REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Kementerian Unifikasi Korea Selatan (Korsel) menyambut baik sanksi terbaru yang diterbitkan Dewan Keamanan PBB untuk Korea Utara (Korut). Menurutnya, sanksi ini akan berdampak positif terhadap penyelesaian masalah nuklir Pyongyang.
"Kami pikir langkah (sanksi) ini diharapkan dapat secara positif mempengaruhi isu nuklir Korut," kata seorang pejabat Kementerian Unifikasi Korsel, seperti dilaporkan laman Yonhap, Selasa (12/9).
Menurutnya, sanksi terbaru yang dirilis oleh Dewan Kemanan PBB akan memberi pukulan telak dan menyakitkan untuk Korut. Sebab cakupan hukumannya diperluas dan hampir menyentuh seluruh sektor bisnis atau pendapatan Korut.
Dewan Keamanan PBB, pada Senin (11/9), telah mengadopsi sebuah resolusi rancangan Amerika Serikat (AS) untuk menjatuhkan sanksi terbaru kepada Pyongyang terkait program nuklirnya. Adapun sanksi tersebut berupa menutup akses impor minyak Korut, melarang ekspor tekstil, mengakhiri kontrak kerja warga Korut di luar negeri, menghentikan upaya kerja sama dengan negara lain, serta memberi sanksi kepada lembaga pemerintah tertentu Korut.
"Ini adalah langkah terkuat yang pernah diterapkan untuk Korut," ujar Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley.
Baca juga, Uni Eropa Perluas Sanksi Terhadap Korea Utara.
Korut diketahui mengimpor minyak mentah sebesar empat juta barel per tahun dan dua juta barel setiap tahunnya untuk produk minyak sulingan. Menurut Haley, minyak adalah sumber primer Korut untuk membangun senjata nuklirnya. Sanksi terbaru ini diharapkan dapat membatasi atau bahkan mematikan proyek nuklir tersebut.
Sanksi terbaru juga akan melarang seluruh kegiatan ekspor tekstil dari Pyongyang. Pada 2016, Korut dilaporkan memperoleh pendapatan sekitar 760 juta dolar AS dari sektor ini. Hal ini yang menjadi alasan Dewan Keamanan PBB mengincar sektor ekspor tekstil dalam sanksi terbarunya.
Pekerja Korut yang saat ini berada di luar negeri pun turut menjadi sasaran sanksi Dewan Keamanan PBB. Mereka tak akan mendapatkan upah dari pekerjaannya sehingga tak akan memberikan pemasukan apapun bagi Pyongyang.