REPUBLIKA.CO.ID, BARCELONA -- Pemimpin regional Katalonia, Carles Puigdemont, membuka pintu untuk deklarasi kemerdekaan sepihak dari Spanyol pada Ahad (1/10) setelah polisi menggunakan kekerasan terkait pelaksanaan referendum. Menurut pejabat Katalan, akibat insiden ini lebih dari 800 orang terluka.
"Pada hari harapan dan penderitaan ini, warga Katalonia telah mendapatkan hak untuk memiliki sebuah negara merdeka dalam bentuk sebuah republik," kata Puigdemont dalam pidato di televisi.
Ia mengatakan pemerintahannya dalam beberapa hari ke depan akan mengirimkan hasil pemungutan suara kepada Parlemen Katalan, sehingga bisa bertindak sesuai dengan hukum referendum.
Komentar Carles Puigdemont disampaikan setelah sebuah pidato TV oleh Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy yang mengesampingkan kemerdekaan dan menuduh separatis mencoba memeras seluruh bangsa. Dia menawarkan semua pembicaraan partai mengenai masa depan wilayah tersebut.
Referendum telah membuat negara ini memasuki krisis konstitusional terparah dalam beberapa dekade dan memperdalam keretakan antara Madrid dan Barcelona. Hukum referendum, yang dianggap inkonstitusional oleh Madrid, meramalkan sebuah deklarasi kemerdekaan sepihak oleh parlemen daerah Katalonia jika mayoritas memilih untuk meninggalkan Spanyol.
Aksi kekerasan ini mendapat kritik di dalam dan luar negeri. Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson menyuarakan kekhawatiran atas kekerasan tersebut sambil mendukung pandangan Madrid bahwa pemungutan suara itu tidak konstitusional.
Wakil perdana menteri Spanyol mengatakan kekuatan yang digunakan polisi telah proporsional. Puigdemont meminta Eropa untuk ikut memastikan agar hak-hak fundamental dihormati sepenuhnya.