Selasa 10 Oct 2017 09:38 WIB

Prancis dan Jerman Ancam Pemerintahan Katalan

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Sekelompok aktivis memasang bendera Catalan di Kota Barcelona, Spanyol.
Foto: EPA/Toni Albir
Sekelompok aktivis memasang bendera Catalan di Kota Barcelona, Spanyol.

REPUBLIKA.CO.ID, BARCELONA -- Pemimpin separatis Katalunya menghadapi tekanan untuk menghentikan rencana mendeklarasikan kemerdekaan dari Spanyol. Prancis dan Jerman menyatakan dukungan untuk persatuan negara tersebut.

Kanselir Jerman Angela Merkel berbicara dengan Perdana Menteri Mariano Rajoy pada akhir pekan lalu. Ia menekankan dukungannya terhadap persatuan Spanyol dan mendorong dialog untuk krisis yang terjadi.

Prancis  juga menegaskan tidak akan mengakui Katalunya jika wilayah tersebut secara sepihak mendeklarasikan kemerdekaan. Jika Katalunya memutuskan untuk merdeka maka secara otomatis keluar dari Uni Eropa. Menurut Prancis, krisis ini perlu diselesaikan melalui dialog di semua tingkat politik.

Pemerintah Spanyol di Madrid mengatakan akan segera menanggapi deklarasi sepihak tersebut. Ketegangan krisis di Spanyol juga membawa dampak pada iklim bisnis di wilayah terkaya Spanyol.

Grup properti Inmobiliaria Colonial (COL.MC) dan perusahaan infrastruktur Abertis (ABE.MC) memutuskan untuk merelokasi kantor pusat mereka. Rumah penerbitan Grupo Planeta mengatakan akan memindahkan kantor terdaftarnya dari Barcelona ke Madrid jika parlemen Katalan secara sepihak mengumumkan kemerdekaan.

Pemimpin regional Carles Puigdemont dijadwalkan untuk berbicara dengan parlemen daerah pada Selasa (10/10) siang. Madrid khawatir akan terjadi pendeklarasian kemerdekaan sepihak.

Wakil Perdana Menteri Spanyol Soraya Saenz de Santamara mengatakan, jika ada deklarasi kemerdekaan sepihak maka akan ada keputusan yang dibuat untuk memulihkan hukum dan demokrasi.

Sementara itu, anggota parlemen CUP, Benet Salellas mengatakan ia tidak ingin menahan deklarasi republik Katalan.

Uni Eropa telah menunjukkan ketidaktertarikan pada Katalunya yang independen, meskipun ada permintaan dari Puigdemont agar Uni Eropa menengahi krisis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement