REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - Dewan Keamanan PBB melarang empat kapal kargo untuk berlabuh di pelabuhan negara manapun di dunia. Larangan ini diberlakukan karena keempatnya telah melanggar sanksi PBB terhadap Korea Utara (Korut) dengan membawa barang ke dan dari negara tersebut.
Kepala panel ahli yang menyelidiki penerapan sanksi PBB terhadap Korut, Hugh Griffiths, mengumumkan larangan tersebut dalam pertemuan negara-negara anggota PBB pada Senin (9/10). Seorang diplomat Korut dilaporkan ikut menghadiri pertemuan yang berlangsung selama satu jam itu.
"Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah PBB, komite Dewan Keamanan yang memantau sanksi terhadap Pyongyang melarang kapal untuk memasuki semua pelabuhan," ujar Griffiths.
Ia mengungkapkan, empat kapal kargo itu adalah Petrel 8, Hao Fan 6, Tong San 2, dan Jie Shun. Menurut MarineTraffic, database maritim yang memantau kapal, Petrel 8 terdaftar di Komoro, Hao Fan 6 terdaftar di St. Kitts dan Nevis, Tong San 2 terdaftar di Korut.
Griffiths mengatakan keempat kapal tersebut secara resmi tercatat pada 5 Oktober telah mengangkut barang-barang terlarang. Ia menekankan, tindakan mereka telah menyalahi resolusi Dewan Keamanan yang dikeluarkan pada 6 Agustus lalu. Resolusi tersebut dikeluarkan setelah Korut melakukan uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) pertama yang diduga dapat mencapai dataran Amerika.
Resolusi itu melarang Korut mengekspor produk batubara, besi, timah, dan makanan laut. Komoditi ekspor tersebut diperkirakan bernilai lebih dari 1 miliar dolar AS atau sekitar sepertiga dari total ekspor Korut senilai 3 miliar dolar AS, pada 2016.
Griffiths mengatakan kepada para diplomat PBB, panel ahli mendapatkan laporan bahwa Korut telah melanjutkan usahanya untuk mengekspor batubara, yang tentunya akan melanggar sanksi PBB.
"Panel melakukan yang terbaik untuk memantau situasi dan menindaklanjuti dengan negara-negara anggota yang mungkin telah dimanfaatkan oleh taktik yang dikerahkan oleh badan ekspor batubara Korea Utara," jelas Griffiths.
Griffiths juga meminta semua negara untuk memberikan perhatian khusus kepada Kelompok usaha Mansudae Overseas Project of Companies Korut, yang juga dikenal sebagai Mansudae Art Studio. Kelompok usaha ini masuk ke dalam daftar hitam sanksi dan tunduk pada pembekuan aset serta larangan bepergian.
Mansudae telah mengekspor pekerja Korut ke negara lain untuk pekerjaan konstruksi, termasuk pembuatan patung dan monumen. Mereka melakukan ekspor pekerja untuk menghasilkan pendapatan bagi pemerintah Korut atau Partai Pekerja yang berkuasa di negara itu. "Mansudae memiliki perwakilan, cabang, dan afiliasi di wilayah Asia Pasifik, di seantero Afrika dan seluruh Eropa," ungkapnya.