Jumat 03 Nov 2017 00:11 WIB

Trump Wajib Hormati Tata Krama Saat Berkunjung ke Asia

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Budi Raharjo
Donald Trump
Foto: EPA-EFE/JIM LO SCALZO
Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID,BEIJING -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berangkat untuk tur Asia pertamanya pada Jumat (3/10) waktu setempat selama 10 hari ke Jepang, Korea Selatan, Cina, Vietnam dan Filipina. Dia akan mengikuti agenda penguatan kebijakan keamanan, ekonomi dan nasional.

Namun sebelum agenda pembicaraan serius tersebut, ada protokoler yang harus diikuti, termasuk mematuhi etika dan norma budaya untuk pertemuan antarpejabat. Sebagai presiden, ia mempertaruhkan harga dirinya dikancah global. Sedangkan poin penting dari etika dan protokoler adalah bagian dari budaya inti kawasan yang merupakan wajah, yang dapat menyelamatkan mereka di kawasan tersebut.

Bila di Asia, pastikan tidak berjabat tangan terlalu lama, atau terlalu sebentar. Dan jangan sampai salah dalam menyebut nama atau gelar. Selain itu batasi untuk mengkritik dan jangan mempertanyakan makanannya. Kebiasaan-kebiasaan ini banyak yang berlawanan dengan gaya impulsif Trump.

Salah satu hal dengan protokoler jelas tidak membahayakan, kata Sean P Lawler, yang merupakan calon kepala protokol AS pada Rabu (1/11) waktu setempat sebelum pertemuan panel Senat mempertimbangkan konfirmasinya. Dia akan menemani perjalanan Trump sebagai direktur kunjungan dan diplomasi Dewan Keamanan Nasional. "Salah satu gol saya segera untuk mengatur panggung untuk diplomasi untuk Presiden," ujarnya.

Pada Rabu,Trump menunjukkan tanda-tanda kepekaannya. Bahkan saat dia mengeluh pada waktu rapat kabinet tentang transaksi dagang dan defisit yang buruk, termasuk dengan Cina, Trump menahannya. "Saya tidak ingin mempermalukan siapa pun pada empat hari sebelum mendarat di Cina. Tapi ini mengerikan," ujar Trump.

Di antara tantangan yang harus dihadapi Trump saat menuju Asia adalah kompleksitas wajah Asia, sebuah konsep asing bagi banyak orang Amerika namun menjadi fondasi masyarakat di seluruh wilayah. Wajah tersebut umumnya termasuk perilaku, postur tubuh, gerak tubuh, ucapan dan lebih banyak tidak memicu emosi negatif terhadap orang lain maupun diri sendiri. Pakar protokol mengatakan bahwa informalitas Amerika seringkali menyesatkan penerjemahan budaya tradisional kawasan yang akan dikunjungi Trump.

Trump bukan pemimpin AS pertama yang melakukan kecerobohan dalam protokoler di Asia. Kendati demikian, Profesor Universitas Georgetown Dennis Wilder, yang juga pernah bertugas di Dewan Keamanan Nasional memperingatkan kepada Trump agar tidak mudah mengkritik pemimpin negara yang akan dikunjunginya.

Terlebih di Cina, pelanggaran protokoler dapat memengaruhi isi pertemuan, menurut pemegang jabatan kepala protokol terakhir dari tahun 2013 sampai pelantikan Trump pada Januari, Peter Selfridge. Orang Cina menghargai ketepatan dalam hal keterlibatan diplomatik formal. "Orang Amerika pasti menyambut ini juga, tapi mungkin lebih menerima improvisasi bahkan bisa menggunakannya untuk keuntungan mereka," katanya, seperti dikutip TheWashington Post, Kamis (3/11).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement