Rabu 08 Nov 2017 09:23 WIB

Akhiri Konsensus, Muhammad Salman Pertaruhkan Nasib Saudi

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
 Mohammed bin Salman
Foto:
Raja Salman bersama putranya Mohammad Bin Salman

Upaya pembersihan oleh Mohammed bin Salman pekan ini juga berpotensi mengasingkan anggota keluarga Al Saud. Pada saat yang sama, negara tersebut sedang berusaha menyeimbangkan keuangannya di tengah rendahnya harga minyak.

Seorang veteran CIA berusia 30 tahun yang sekarang menjabat sebagai Direktur Brookings Intelligence Project, Bruce Riedel, mengatakan penangkapan massal tersebut belum pernah terjadi sebelumnya di Arab Saudi.

"Politik keluarga kerajaan secara tradisional bersifat konsensual dengan menekankan kesopanan dan kehormatan, bahkan kepada para menteri yang gagal," katanya.

Ia meramalkan, pergeseran sistem aturan berbasis konsensus tradisional Arab Saudi itu akan menyebabkan kekacauan di dalam negeri. "Akan ada banyak ketidakpuasan di balik layar di dalam keluarga, dan kerajaan akan menuju ketidakstabilan," tambah Riedel.

Perubahan aturan konsensus dapat memberikan dampak yang lebih luas baik di dalam maupun di luar negeri, terutama menyangkut hubungan Arab Saudi dengan saingan regionalnya, Iran. Sejak pengangkatan Mohammed bin Salman sebagai menteri pertahanan dan wakil putra mahkota pada 2015, dan kemudian menjadi putra mahkota, Riyadh telah mengambil sikap kebijakan luar negeri yang lebih agresif terhadap Teheran.

Pada Maret 2015, Arab Saudi memutuskan untuk berperang melawan pemberontak Houthi di Yaman, yang diyakini telah didukung oleh Iran. Pada awal 2016, Arab Saudi mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Iran.

Di tengah meningkatnya ketegangan regional, pada Selasa (7/11), Mohammed bin Salman menuduh Iran telah melakukan tindakan perang. Ia menyalahkan Teheran karena telah memasok rudal ke kelompok Houthi yang kemudian ditembakkan ke Riyadh, namun berhasil dicegat oleh angkatan bersenjata Arab Saudi. Iran telah menolak tuduhan Arab Saudi itu yang menyebutnya jahat, tidak bertanggung jawab, merusak, dan provokatif.

Di dalam negeri, Muhammad bin Salman telah menjanjikan reformasi sosial dan ekonomi, termasuk menawarkan saham publik Aramco, perusahaan minyak milik negara. Ia juga mengakhiri larangan perempuan untuk mengemudi kendaraan di negara tersebut.

Dia akan meluncurkan Vision 2030, sebuah rencana reformasi yang akan mengurangi ketergantungan perekonomian Arab Saudi terhadap minyak. Arab Saudi akan mengembangkan sektor pariwisata, kesehatan, dan pendidikan di negara itu.

Mantan wakil direktur operasi CIA, Robert Richer, memuji rencana moderenisasi Putra Mahkota Saudi tersebut. Namun Richer, yang pernah ditempatkan di sejumlah negara Timur Tengah, mengatakan pengangkatan Mohammed bin Salman dapat berkontribusi pada kemungkinan adanya perang dengan Iran.

"Ini adalah badai yang sempurna bagi [Mohammed] bin Salman, yang memiliki Arab Saudi, Amerika Serikat, dan Israel, dan memandang Iran sebagai ancaman terbesar di wilayah ini," kata Richer kepada Aljazirah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement