REPUBLIKA.CO.ID, HARARE -- Partai berkuasa Zimbabwe ZANU-PF memecat Presiden Robert Mugabe sebagai pemimpinnya. Dilansir dari Aljazirah, Ahad (19/11), anggota partai juga memilih Wakil Presiden Emmerson Mnangagwa yang dipecat Mugabe pada 6 November sebagai pemimpin partai baru.
Mugabe tetap menjadi presiden negara tersebut di tengah seruan untuk mengundurkan diri setelah pengambilalihan militer pada 15 November.
Dalam sambutan pembukaan pertemuan Komite Sentral ZANU-PF, Menteri Dalam Negeri Obert Mpofu yang memimpin pertemuan tersebut, menyalahkan Ibu Negara Grace Mugabe dan sekutu-sekutunya karena telah mengambil keuntungan dari pemimpin veteran tersebut.
"Kami bertemu di sini hari ini dengan hati yang berat karena istri Mugabe dan rekan dekatnya telah memanfaatkan kondisi rapuh dan menyalahgunakan sumber daya negara tersebut. Saya dengan hangat menyambut Anda semua dalam pertemuan bersejarah ini yang akan menandai era baru, tidak hanya untuk negara kita tapi juga untuk partai tersebut," katanya kepada anggota.
Sebelumnya pada Ahad, Liga Pemuda ZANU-PF yang dipimpin Grace Mugabe menyerukan pengunduran dirinya dari ZANU-PF dan menuntut presiden mengundurkan diri sebagai pemimpin negara dan partai. Kelompok tersebut juga mengutuk pemecatan tidak resmi Mnangagwa.
Mugabe telah berada di bawah karantina militer di kediamannya sejak Rabu, saat tentara menempatkannya di bawah tahanan rumah dan mengambil alih jabatan televisi pemerintah dan situs-situs penting pemerintah.
Keputusan Mugabe untuk memecat Mnangagwa, memicu pertarungan kekuasaan internal. Ibu Negara Grace Mugabe diperkirakan akan mengambil alih jabatan sebagai sekretaris kedua dan wakil presiden.
Dalam sebuah tanda solidaritas yang langka antara warga dan tentara, yang sering menjadi pilar dukungan untuk peraturan menjelang 40 tahun Mugabe, warga Zimbabwe pada Sabtu pekan lalu menyatakan dukungan dan pujian atas operasi militer tersebut.
Warga sipil terlihat memberi pelukan dan kepalan tangan pada tentara. Warga berfoto dengan personel tentara dan berkemah di luar parlemen, kantor kepresidenan dan tempat-tempat strategis lainnya.
"Ada suasana hati yang menyenangkan di ibu kota saat orang-orang memainkan musik yang keras dan menari-nari setelah berbaris ke Istana Negara untuk menuntut pengunduran diri Mugabe," ujar salah satu warga.
Peristiwa ini digambarkan sebagai peristiwa bersejarah dan mewakili kebebasan masyarakat. Warga Zimbabwe belum pernah berkumpul dalam jumlah banyak untuk berbaris melawan Mugabe.