REPUBLIKA.CO.ID, HARARE -- Presiden Zimbabwe Robert Mugabe menghadapi ancaman pemakzulan oleh parlemen jika dia tidak mengundurkan diri sebagai presiden dalam beberapa hari. Krisis politik di Zimbabwe dipicu pengambilalihan pemerintahan oleh militer yang masih berlanjut di pekan kedua.
Pria berusia 93 tahun itu telah diberi tenggat waktu hingga Senin (20/11) siang untuk mengundurkan diri sebagai kepala negara. Jika tidak, dia akan menghadapi pemakzulan saat parlemen melakukan rekonsiliasi pada Selasa (21/11).
Akan tetapi Mugabe mengabaikan tenggat waktu tersebut dan justru menggelar rapat kabinet pada pukul 09.00 pagi pada Selasa (21/11). Pemberitahuan yang dikeluarkan sekretaris utamanya mengatakan semua menteri harus hadir dalam rapat itu.
Puluhan ribu warga Zimbabwe telah turun ke jalan-jalan untuk menyerukan agar Mugabe mengundurkan diri. Namun, Mugabe justru menghancurkan harapan mereka dengan pidato televisi yang aneh dan bertele-tele pada Ahad (19/11) malam.
Sejumlah komandan senior duduk di samping Mugabe saat dia berpidato. Kepala tentara Zimbabwe Jenderal Constantin Chiwenga yang memimpin kudeta, bahkan terlihat mengambil beberapa lembar kertas halaman pidato Mugabe.
Dalam sebuah konferensi pers, Chiwenga mengatakan dia akan melakukan konsultasi dengan Mugabe dalam suasana yang hangat dan saling menghormati. Menurutnya, mantan Wakil Presiden Emmerson Mnangagwa yang dipecat dua pekan lalu, akan segera kembali ke Zimbabwe dan menghubungi presiden.
"Bangsa ini akan diberi tahu hasil pembicaraan antara keduanya," kata Chiwenga.
Namun, Chiwenga tidak menyebutkan tentang kemungkinan adanya pemakzulan terhadap Mugabe, yang telah dipecat dari partainya, ZANU-PF, pada Ahad (19/11) kemarin. Perubahan sikapnya ini tentu telah menimbulkan kebingungan.
Dalam rancangan pengajuan pemakzulan, ZANU-PF menuduh Mugabe sebagai sumber ketidakstabilan. Partai ini juga mencemooh peraturan hukum dan perekonomian yang tidak stabil dalam 15 tahun terakhir.
Meskipun ZANU-PF memiliki dua pertiga suara mayoritas di parlemen yang diperlukan untuk memakzulkan Mugabe, dukungan dari partai-partai oposisi tetap diperlukan agar pemakzulan bisa dilaksanakan.
Anggota parlemen dari partai oposisi utama Zimbabwe, Gerakan untuk Perubahan Demokratis (MDC), akan mengadakan sebuah pertemuan pada Selasa (21/11), untuk memutuskan apakah akan bergabung dengan ZANU-PF untuk memakzulkan Mugabe.
Sekretaris MDC untuk urusan hukum, David Coltart, mengatakan dia telah mendukung langkah tersebut secara prinsip. "Saya telah lama merasa seharusnya dia dipecat atas apa yang telah dia lakukan dalam beberapa dekade terakhir dan bagaimana dia telah melanggar konstitusi," kata Coltart.
Tidak jelas akan memakan waktu berapa lama prosedur pemakzulan presiden ini, tapi kemungkinan proses tersebut akan berlangsung selama beberapa hari. Kedua parlemen Zimbabwe harus berunding setidaknya dua kali, dan membawa pengajuan perundingan ini ke komite senat.
Jika pengajuan itu lolos, Mugabe, yang menjabat sebagai presiden dan juga merupakan panglima tertinggi angkatan bersenjata, akan berubah statusnya sebagai warga negara biasa.
Mnangagwa telah ditunjuk sebagai pemimpin sementara ZANU-PF pada Ahad (19/11). Ia juga diperkirakan akan mengambil alih jabatan Mugabe sebagai presiden.
"Ada bahaya nyata, [Mnangagwa] dapat mengambil alih ZANU-PF dan juga menikmati kesetiaan mutlak militer. Dia lebih muda dan lebih energik dibanding Mugabe. Tidak ada keraguan dia akan memaksakan gaya pemerintahan Cina, yang lebih menguntungkan bisnis, tapi dia akan membatasi kebebasan demokratis," papar Coltart.
Militer Zimbabwe mengatakan mereka tidak berniat untuk mengambil kendali penuh atas pemerintahan, namun mereka mengindikasikan tidak ingin Mugabe tetap berkuasa. Militer mengklaim pengambilalihan pemerintahan pekan lalu diperlukan untuk menyingkirkan penjahat yang dekat dengan presiden, yang mengacu kepada istri Mugabe, Grace, dan fraksi "G40".
Grace Mugabe belum terlihat sejak kudeta dilakukan militer. Sebuah sumber mengatakan kepada The Guardian, dia berada di kediaman suaminya di Harare dan belum pindah sejak itu.
Analisis media sosial oleh Brands Eye, yang berbasis di Afrika Selatan, menunjukkan reaksi warganet terhadap kudeta di Zimbabwe. Pandangan terhadap Mnangagwa dan Chiwenga menjadi lebih positif di hari setelah kudeta, meskipun ada yang bersikap negatif untuk keduanya.
Parlemen Zimbabwe akan Makzulkan Mugabe