REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri mencabut pengunduran dirinya. Ini setelah kabinet Lebanon sepakat memilih untuk menegaskan melepaskan diri dari konflik regional di dunia Arab.
"Pemerintah menegaskan komitmennya untuk tetap berada di luarkonflik regional," kata Hariri pada Selasa (5/12) setelah membatalkan pengunduran dirinya, dilansir di Aljazirah, Rabu (6/12).
Hariri menyatakan mundur pada 4 November di Riyadh, ibu kota Arab Saudi, saat ia melakukan kunjungan kenegaraan. Ia berlasan ada pihak yang mengancam hidupnya. Ia mengecam sikap intervensi Hizbullah, dan meningkatnya pengaruh Iran di Lebanon. Tanpa penjelasan, dia tidak kembali ke Lebanon selama tiga pekan.
Lantas beredar kabar Perdana menteri beserta keluarganya dilaporkan ditahan di bawah tahanan rumah di Riyadh. Hariri tidak meninggalkan Riyadh sampai 19 November.
Kabar itu dibantah setelah ia terbang ke Kairo untukbertemu dengan Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi. Hariri juga berkunjung ke Prancis dan kemudian kembali ke tanah airnya menjelang hari kemerdekaan Lebanon.
Menurut koresponden Aljazirah Leila Khodr, Hariri menuntut agar Lebanon memperbarui komitmennya terhadap apa yang disebut kebijakan disasosiasi. Kabinet mendukung kebijakan Hariri tersebut dengan mengatakan bahwa Lebanon tidak akan mencampuri urusan Arab.
Hizbullah kemudian menyutujui kebijakan diasosiasi tersebut, mereka berjanji untuk menarik pejuangnya dari Irak begitu perang melawan Negara Islam Irak dan Levant (ISIS) dinyatakan berakhir.
Presiden Lebanon Michel Aoun yang merupakan sekutu politik Hizbullah juga berjanji bahwa pejuang mereka akan dipindahkan darinegara-negara tetangga lainnya setelah ISIS dikalahkan.